text TEXT SIZE :
Share
Hati-hati saat kepala buah hati Anda kecil (Foto: Corbis)
"KEPALA Alivio koq kecil ya, Pi?," tanya Sandra pada suaminya. "Ah, kepala bayi memang begitu, Mi?," elak Rangga. "Ih, Papi, lihat lagi dong...," desak Sandra yang semakin khawatir ketika akhirnya sang suami mengiyakan. Ya, sekecil apapun perubahan fisik sang buah hati, orangtua sebaiknya tanggap!
Untuk Anda yang ingin mengetahui mengenai ukuran kepala anak dan berbagai macam bahayanya jika tak berukuran normal, dr Anna Tjandrajani SpA, Kelompok Kerja Neurologi Anak, RSAB Harapan Kita membeberkannya.
Ukuran Lingkar Kepala Bayi
Melihat kondisi Alivio, misalnya. Bayi ini terlihat kepalanya kecil. Untuk memastikan apakah ukuran kepalanya itu normal atau tidak, maka dilakukan pengukuran lingkar kepala. Pasalnya, ukuran lingkar kepala penting guna mengetahui gangguan, hingga kecerdasan bayi kelak.
Tentu saja, ukuran lingkar kepala bayi laki-laki dan perempuan itu beda. "Lingkar kepala bayi perempuan pada usia 0 bulan, antara 31-37 cm. Sedangkan, lingkar kepala bayi laki-laki bayi baru lahir adalah 32-38 cm," buka dr Anna Tjandrajani, SpA yang berpraktik di RSAB Harapan Kita.
Apa itu Mikrosefali?
Kemudian, hasil pengukuran lingkar kepala ini dituangkan dalam kurva pertumbuhan lingkar kepala anak. Pada kurva inilah akan terlihat apakah pengukuran di bawah -2 SD (Standar Deviasi), di atas +2 SD, atau di antaranya, sehingga dapat diketahui normal atau tidaknya lingkar kepala anak. Kurva lingkar kepala ini adalah kurva yang dikutip dari Nellhaus G Pediatric (1968).
Dilanjutkan dr Anna, lingkar kepala kurang dari -2 SD dari standar normal (-2 SD hingga +2 SD) sesuai usia bayi dan jenis kelaminnya disebut mikrosefali.
"Ukuran ini berlaku bagi bayi cukup bulan. Tapi, lain halnya dengan bayi lahir kurang bulan (prematur). Misalnya BB: 1800 gr, PB: 30 cm, bisa jadi lingkar kepalanya <31 cm. Jadi, belum tentu bayi prematur itu mengalami mikrosefali," tandasnya.
Cirinya, Berdahi Landai
Kok, sulit ya mengetahui mikrosefali dengan pedoman SD Nellhaus. Lalu, bagaimana cara orangtua mengenalinya?
"Perhatikan dahi (forehead) bayi, apakah landai atau tidak? Amati pula flattened back of the head, bagian belakang kepala bayi itu datar atau tidak? Periksa juga ubun-ubun (fontanel), apakah sempit atau sudah menutup?," papar dr Anna.
Bila Moms masih ragu dan ingin mengetahui penyebabnya, lakukan pemeriksaan rontgen, Computer Tomography (CT-scan), atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Kelainan Genetik Hingga Infeksi
Ternyata, penyebab mikrosefali ini bermacam-macam. Salah satunya, faktor genetik. Umpamanya saja, Moms atau Dads memiliki ukuran kepala kecil, sehingga bayi lahir pun berkepala kecil juga tapi tentunya kecil yang proporsional, atau sesuai dengan usia, jenis kelamin, berat, dan tinggi badannya.
Selain itu, ada faktor genetik yang tidak normal (patologis). Maksudnya, meski orangtua mempunyai ukuran kepala normal, namun bayi yang dilahirkan berkepala kecil.
"Mikrosefali bisa disebabkan infeksi dalam kandungan, seperti infeksi toksoplasma, rubella, atau cytomegalovirus, dan herpes," sebut dr Anna.
DSA yang juga berpraktik di Klinik Anakku ini menambahkan pula penyebab mikrosefali lainnya, yakni selama kehamilan bumil mengalami malnutrisi, kelainan metabolik, terpapar radiasi, obat tertentu, atau zat kimia-misalnya alkohol.
Mengalami Keterlambatan Perkembangan
Bila lingkar kepala bayi lebih kecil dari standar normal, jangan sekali-kali anggap remeh. Rupanya, risikonya berat.
"Batok kepala kecil, mungkin saja otaknya kecil. Dan hal ini membuat perkembangan sering kali terlambat, seperti perkembangan motorik halus, kasar, bicara, atau kognisi," urainya panjang lebar.
Sebagai contoh, jika perkembangan motorik kasarnya terganggu, akan menyebabkan proses berjalan anak lebih lambat dari usia anak pada umumnya. Contoh lainya, gangguan motorik halus, bisa sebabkan anak kurang bisa meraih sesuatu dengan cepat.
Begitu pula, mengenai perkembangan bicaranya, anak akan terlambat bicaranya. Juga, gangguan kognisi menyebabkan anak kurang daya berpikirnya.
"Adanya gangguan pada motorik kasar, hal ini bisa mencerminkan gejala Cerebral Palsy (CP). Begitu pula, ketika terjadi gangguan kognisi, bisa mengakibatkan mental retardasi. Malah, keterlambatan motorik kasar dan bicara itu bisa mengarah pada keterlambatan perkembangan secara umum (global delay development) dan menjurus berkurangnya kecerdasan (kognisi)," beber dr Anna sembari mengingatkan bahwa anak bisa menderita kejang dan ayan (epilepsi).
Penanganan: Terapi!
Prinsipnya, semua komplikasi itu bergantung pada seberapa parah kerusakan otaknya. Sebenarnya, kasus mikrosefali ini sulit diobati. Yang bisa dilakukan adalah pengobatan sesuai penyebab dan gejala atau kelainan yang timbul. Misalnya, bayi mikrosefali yang mengalami CP, maka dia akan ditangani sama seperti pada penderita CP. Kalau anak kejang, misalnya, dia akan diberi obat antikejang.
Selain itu, si kecil juga mendapat terapi-terapi, seperti fisioterapi (untuk menangani anak yang mengalami keterlambatan motorik), terapi wicara (untuk mengatasi anak yang terlambat bicara), dan lain-lain.
sumber : http://lifestyle.okezone.com/konsultasi/read/2010/04/28/27/327347/kepala-dedek-kok-kecil
Kamis, 13 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar