Kamis, 13 Mei 2010

Orangtua yang memiliki anak hiperaktif (ADHD) di Amerika mulai mencoba-coba pengobatan dengan ganja. Efek ganja yang menenangkan diyakini mampu mereda

Orangtua yang memiliki anak hiperaktif (ADHD) di Amerika mulai mencoba-coba pengobatan dengan ganja. Efek ganja yang menenangkan diyakini mampu meredam perilaku agresif anak ADHD.

Orangtua yang menggunakan ganja demi mengobati anaknya ini berani melawan arus publik yang menentang pengguanaan ganja untuk autis atau ADHD karena belum ada buktinya. Kontroversi penggunaan ganja sebagai obat penolong anak ADHD pun spontan merebak.

Di negara bagian California, ganja adalah barang yang diperbolehkan penggunaannya sebagai obat. Beberapa dokter disana kini mencoba mengobati anak ADHD atau anak hiperaktif dengan ganja.

Undang-undang ganja di California sudah memperbolehkan penggunaannya sebagai obat sejak tahun 2004. Setidaknya ada 36.000 resep dokter yang dilaporkan menggunakan ganja sebagai obat, termasuk untuk mengobati anak hiperaktif atau ADHD (Attention Deficit Hyperacitivty Disorder).

Menurut Stephen Hinshaw, profesor psikologi dari the University of California di Berkeley, penggunaan ganja sebagai obat sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak dan remaja.

"Meski dampaknya baik untuk penderita ADHD, tapi ganja bisa merusak fungsi kognitif di otak. Bahan aktif yang ada di ganja bisa menyebabkan gangguan mengingat," ujar Hinshaw seperti dilansir New York Times, Kamis (26/11/2009).

Hingga saat ini penggunaan ganja sebagai obat belum diakui oleh Badan Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA) dan belum ada studi yang benar-benar membuktikan efek baik penggunaan ganja untuk mengobati ADHD.

Namun banyak dokter yang percaya bahwa bahan aktif ampetamin yang terdapat dalam ganja, jika diberikan dalam dosis kecil pada penderita ADHD bisa menghasilkan efek yang lebih baik, yaitu lebih fokus. Seorang profesor dari Harvard Medical School pun mengatakan bahwa ganja lebih efektif dibanding obat untuk ADHD lainnya.

"Saya rasa tidak perlu ragu-ragu dan tidak ada masalah jika ingin memberikan ganja secara oral pada penderita ADHD karena pada beberapa kasus anak ADHD, ganja justru lebih efektif dibanding obat-obatan lainnya yang lebih berbahaya seperti Ritalin dan Aderall," jelas Profesor Lester Grinspoon, psikiater dari Harvard Medical School.

Menurut the National Institute of Mental Health, anak ADHD memiliki beberapa gejala seperti sulit berkonsentrasi, tidak bisa mengikuti aturan, mudah diganggu, gelisah dan tidak bisa diam (hiperaktif). Sebanyak 4,5 juta anak di Amerika saat ini dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menderita ADHD.

Seorang ibu yang memiliki anak ADHD pun mengaku bahwa ganja bisa menyembuhkan anaknya. "Anak saya didiagnosa ADHD pada saat 6 tahun. Ia sangat hiperaktif dan kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Tapi saya memutuskan tidak menggunakan obat Ritalin karena terlalu banyak efek sampingnya. Ketika masuk sekolah menengah atas, saya baru sadar ia menjadi tenang dan bisa berkonsentrasi. Awalnya saya juga tidak mengerti, sampai suatu saat ia bilang bahwa ia menggunakan ganja," tutur wanita asal California.

Meski demikian, Profesor Hinshaw tetap penasaran dengan kisah sukses pasien ADHD tersebut yang berhasil sembuh dengan ganja. Menurutnya, perlu ada investigasi lebih lanjut untuk mengetahui efek samping lainnya dari penggunaan ganja sebagai obat dan perlu pengawasan khusus jika terpaksa harus menggunakannya.

Sementara itu, Profesor Grinspoon juga tetap optimis pada pendiriannya, yaitu ganja adalah obat masa depan yang bisa mengobati penderita ADHD.

"Saya rasa suatu saat nanti, ganja akan diakui sebagai obat, terutama untuk ADHD karena efek sampingnya yang tidak beracun," ujar Grinspoon.

SUMBER : http://www.nusantaraku.org/forum/homeopati-dan-alternati

9 Tips agar hidup lama

Hindari makan berlebih
Jika ingin hidup sehat lebih lama, cobalah mengurangi sedikit asupan makanan Anda. Dan Buettner, yang mempelajari umur panjang di berbagai penjuru dunia, menemukan bahwa orang lanjut usia di Jepang berhenti makan saat mereka masih 80 persen kenyang.

Selain itu, peneliti dari St. Louis University menegaskan, membatasi asupan kalori berfungsi menurunkan produksi T3. T3 merupakan hormon tiroid yang memperlambat metabolisme dan mempercepat proses penuaan.

Bercinta
Menikmati hubungan intim dua hingga tiga kali seminggu bisa memperpanjang angka harapan hidup. Sibuk bercinta bisa membakar sejumlah kalori (setara dengan lari selama 30 menit). Selain itu, seks teratur juga bisa menurunkan tekanan darah, memperbaiki tidur, meningkatkan kekebalan tubuh dan melindungi jantung.

Matikan TV
Terlalu banyak menghabiskan waktu di depan TV bisa mengganggu kesehatan. Studi pada 2010 menemukan, orang-orang yang menonton TV empat jam atau lebih sehari berisiko 46 persen lebih besar meninggal akibat berbagai sebab dibandingkan orang-orang yang hanya menonton kurang dari dua jam sehari.

Mengurangi durasi menonton sedikit saja bisa membantu. Menurut temuan studi, seperti dikutip situs health.com, setiap satu jam ekstra menonton meningkatkan risiko kematian akibat berbagai sebab sebesar 11 persen dan meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung sebesar 18 persen.

Hindari paparan matahari langsung
Menghindari terlalu banyak paparan matahari bisa mencegah kanker kulit. Selain itu, cara ini bisa membuat Anda terlihat lebih muda dengan cara mencegah kerutan, garis-garis halus dan kulit kendur.

Tidak ada istilah terlalu cepat atau terlalu lambat untuk memakai tabir surya. Selain itu, jangan hanya fokus dengan wajah. Bintik-bintik kerusakan akibat sinar matahari di area dada dan leher juga akan membuat Anda terlihat lebih tua.

Jalin hubungan
Penelitian menunjukkan, Anda berisiko lebih besar menderita penyakit jantung jika tidak memiliki jaringan teman atau keluarga yang kuat. Kesepian bisa menyebabkan peradangan. Pada orang-orang yang sehat, kesepian ini sama berbahayanya dengan kolesterol tinggi atau kebiasaan merokok. Kesepian memicu risiko lebih besar pada orang lanjut usia, yang juga rentan menderita depresi.

Minum alkohol dalam jumlah sedang
Alkohol dalam jumlah kecil baik bagi kesehatan. Sebuah studi pada 2010 yang dipublikasikan di Journal of the American College of Cardiology, menghubungkan minum ringan (setara dengan satu takar untuk perempuan dan dua takar untuk laki-laki) bermanfaat bagi kesehatan.

Konsumsi buah dan sayuran
Mengonsumsi kurang dari tiga takar buah dan sayuran per hari bisa merusak kesehatan. Buah dan sayur bisa membantu menurunkan penyakit jantung hingga 76 persen. Selain itu, kedua makanan ini berperan mengurangi risiko kanker payudara. Di samping itu, kandungan antioksidan dalam buah dan sayur bekerja melawan peradangan dan meningkatkan aliran darah. Proses ini berfungsi mencegah kerutan dan membuat Anda tampil lebih muda.

Olahraga
Olahraga setiap hari merupakan kunci utama awet muda. Sebuah studi pada 2008 menemukan, olahraga intensitas tinggi (seperti berlari) secara teratur bisa memperpanjang angka harapan hidup. Hal ini, menurut peneliti, tidak mengejutkan karena olahraga mempunyai efek positif terhadap jantung, pikiran, dan metabolisme. Olahraga tingkat sedang (jalan kaki 30 menit sehari) juga bisa menurunkan risiko gangguan jantung.

Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu cara paling penting dalam menjaga kesehatan dan memperpanjang angka harapan hidup. Sebuah studi yang dipublikasikan di American Journal of Public Health menemukan, perempuan yang berhenti merokok di usia 35 hidup enam hingga delapan tahun lebih lama.

Tidak ada kata terlambat untuk berhenti. Berhenti merokok bisa memperlambat penyakit dan meningkatkan kemungkinan hidup pada perokok yang telah mengalami kerusakan paru-paru, seperti penderita kanker paru-paru stadium awal. (IK/OL-08)

sumber : http://www.mediaindonesia.com/

TiP$ mEn9atasi DEpreSi

Depresi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami kondisi yang jauh lebih dalam dari keadaan sedih. Setidaknya ada tiga hal penyebab depresi yakni:
-Faktor Organobiologis, yaitu depresi yang disebabkan karena tidak seimbangnya neurotransmiter di otak
-Faktor Psikologis, yaitu depresi yang disebabkan karena tidak mampu menghadapi tekanan psikologi yang dialami.
-Faktor Sosio-Lingkungan, yakni dikarenakan dampak situasi kehidupan sehari-hari.

Beberapa gejala depresi yang paling sering dijumpai adalah perasaan sedih yang sangat mendalam, lelah, lemas, kehilangan minat dan gairah serta perasaan malas yang berlebihan.Jika tidak segera diatasi depresi akan menyebabkan hal-hal yang mungkin dapat sangat berbahaya. Menurut penelitian, depresi dipercaya sebagai salah satu penyebab utama seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Simak beberapa tips berikut ini untuk mengatasi depresi.

Lima Cara Mengatasi Depresi

1. Membantu orang-orang disekeliling kita yang kurang beruntung. Misalnya, orang cacat, orang sakit, tunawisma, anak-anak yatim atau orang yang kelaparan. Membantu tidak hanya melalui uang tetapi bahkan melalui cara-cara sederhana misalnya dengan memberikan motivasi untuk menguatkan mereka. Lakukan dengan ikhlas, jangan mengharapkan imbalan apa pun atas apa yang Anda lakukan. Dengan membantu orang-orang disekeliling kita yang kurang beruntung Anda akan menyadari betapa lebih banyak orang yang lebih tidak beruntung dibandingkan dengan kondisi Anda saat ini.

2. Mendengarkan musik adalah cara terbaik untuk menikmati hidup dan menyingkirkan gangguan depresi. Pilih musik favorit Anda yang benar-benar dapat menenangkan hati Anda. Jangan ragu untuk ikut menyanyi dengan lantang dan bersemangat. Jangan pedulikan jika suara Anda mungkin sedikit fals atau tidak layak untuk di dengar. Bernyanyi saja seperti tidak ada orang yang akan mendengarkan Anda. Anda mungkin akan terkejut betapa menyanyi membuat Anda merasa lebih ringan.

3. Musik alam juga dapat mengisi hidup Anda dengan kebahagiaan. Bunyi-bunyi alami seperti ombak di pantai, kicau burung, angin bertiup melalui celah-celah pohon dan suara aliran sungai akan sangat menenangkan hati dan pikiran Anda. Kita semua merespon secara naluriah suara-suara alam tersebut dan dapat secara signifikan akan membuat Anda merasa lebih optimis tentang hidup.

4. Sebuah pesta di mana setiap orang kaku dan tak seorang pun tertawa adalah memang membosankan. Hal yang sama berlaku dengan kehidupan secara umum. Mengisi hidup Anda dengan tawa dan humor dan Anda akan menyingkirkan depresi Anda. Cobalah untuk hidup secara spontan dan melihat humor dalam setiap peristiwa kehidupan. Dengan humor, ketika menghadapi situasi apapun Anda akan tetap bisa tersenyum.

5. Pahami bahwa kemalangan, kesedihan, dan hal-hal buruk lainnya merupakan kejadian yang umum terjadi. Hal-hal tersebut mungkin berada di luar kendali Anda, karenanya jangan terlalu disesali hal-hal yang telah terjadi. Penyesalan tidak akan menghasilkan apa-apa. Jadikanlah pengalaman buruk di masa lalu sebagai pelajaran berharga untuk menata masa depan Anda.

Tidaklah mungkin untuk mengabaikan hal-hal buruk yang terjadi pada kehidupan Anda. Namun dibalik hal tersebut ada sebuah hikmah dan pelajaran yang dapat diambil untuk menjadi jauh lebih baik. Sering kali ada peluang tersembunyi di balik kesulitan. Jangan biarkan kesedihan untuk menarik Anda jurang keputusasaan, tetaplah fokus pada keindahan yang ditawarkan kehidupan.

sumber : http://inforingan.com

mAnfAAt AiR Putih

1. Memperlancar Sistem Pencernaan
Mengkonsumsi air dalam jumlah cukup setiap hari akan memperlancar sistem pencernaan sehingga kita akan terhindari dari masalah-masalah pencernaan seperti maag ataupun sembelit. Pembakaran kalori juga akan berjalan efisien.
2. Air Putih Membantu Memperlambat Tumbuhnya Zat-Zat Penyebab Kanker, plus mencegah penyakit batu ginjal dan hati.
Minum air putih akan membuat tubuh lebih berenergi.
3. Perawatan Kecantikan
Bila kurang minum air putih, tubuh akan menyerap kandungan air dalam kulit sehingga kulit menjadi kering dan berkerut. Selain itu, air putih dapat melindungi kulit dari luar, sekaligus melembabkan dan menyehatkan kulit. Untuk menjaga kecantikan pun, kebersihan tubuh pun harus benar-benar diperhatikan, ditambah lagi minum air putih 8 – 10 gelas sehari.
4. Untuk Kesuburan
Meningkatkan produksi hormon testosteron pada pria serta hormon estrogen pada wanita.
Menurut basil penelitian dari sebuah lembaga riset trombosis di London, Inggris, jika seseorang selalu mandi dengan air dingin maka peredaran darahnya lancar dan tubuh terasa lebih segar dan bugar. Mandi dengan air dingin akan meningkatkan produksi sel darah putih dalam tubuh serta meningkatkan kemampuan seseorang terhadap serangan virus.
5. Menyehatkan Jantung
Air juga diyakini dapat ikut menyembuhkan penyakit jantung, rematik, kerusakan kulit, penyakit saluran papas, usus, dan penyakit kewanitaan. Bahkan saat ini cukup banyak pengobatan altenatif yang memanfaatkan kemanjuran air putih.
6. Sebagai Obat Stroke
Air panas tak hanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kulit, tapi juga efektif untuk mengobati lumpuh, seperti karena stroke. Sebab, air tersebut dapat membantu memperkuat kembali otot-otot dan ligamen serta memperlancar sistem peredaran darah dan sistem pernapasan.
Efek panas menyebabkan pelebaran pembuluh darah, meningkatkan sirkulasi darah dan oksigenisasi jaringan, sehingga mencegah kekakuan otot, menghilangkan rasa nyeri serta menenangkan pikiran. Kandungan ion-ion terutama khlor, magnesium, hidrogen karbonat dan sulfat dalam air panas, membantu pelebaran pembuluh darah sehingga meningkatkan sirkulasi darah. Selain itu pH airnya mampu mensterilkan kulit.
7. Efek Relaksasi
Cobalah berdiri di bawah shower dan rasakan efeknya di tubuh. Pancuran air yang jatuh ke tubuh terasa seperti pijatan dan mampu menghilangkan rasa capek karena terasa seperti dipijat. Sejumlah pakar pengobatan alternatif mengatakan, bahwa bersentuhan dengan air mancur, berjalan-jalan di sekitar air terjun, atau sungai dan taman dengan banyak pancuran, akan memperoleh khasiat ion-ion negatif. Ion-ion negatif yang timbul karena butiran-butiran air yang berbenturan itu bisa meredakan rasa sakit, menetralkan racun, memerangi penyakit, serta membantu menyerap dan memanfaatkan oksigen. Ion negatif dalam aliran darah akan mempercepat pengiriman oksigen ke dalam sel dan jaringan.
8. Penyeimbang tubuh.
Jumlah air yang menurun dalam tubuh, fungsi organ-organ tubuh juga akan menurun dan lebih mudah terganggu oleh bakteri, virus. Namun, tubuh manusia mempunyai mekanisme dalam mempertahankan keseimbangan asupan air yang masuk dan yang dikeluarkan. Rasa haus pada setiap orang merupakan mekanisme normal dalam mempertahankan asupan air dalam tubuh. Air yang dibutuhkan tubuh kira-kira 2-2,5 l (8 – 10 gelas) per hari. Jumlah kebutuhan air ini sudah termasuk asupan air dari makanan (seperti dari kuah sup, soto), minuman seperti susu, teh, kopi, sirup. Selain itu, asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme makanan yang dikonsumsi dan metabolisme jaringan di dalam tubuh.

Sumber : anaxmuda.blogspot.com/2010/05/manfaat-minum-air-putih-bagi-tubuh.html

Dikutip Dari >> Apa Aja: Manfaat Minum Air Putih Bagi Tubuh

MANFAAT MADU BAGI BALITA

Ini adalah bahan makanan atau asupan makanan yang paling lengkap dan kaya bahan yang di butuhkan oleh tubuh. Hal ini sangat berguna sekali bagi pertumbuhan dan perkembangan balita...bagi yang punya balita tentunya bahan ini tidak sulit di cari. ( Bagi yang lom punya...cepatan dunk punya..hehhehe just kidding bro )
Memberi makanan anak- anak usia dibawah 5 tahun ( balita ) memang gampang-gampang susah. Kalau si anak punya nafsu makan tinggi, maka orang tua tidak bakal repot. Diberi makan apa saja balita itu akan menyantapnya dengan lahap. Sebaliknya, anak balita yang nafsu makannya rendah atau susah makan akan membuat orang tua sering kewalahan, bahkan hampir kehilangan akal untuk membujuknya makan.

Kabar gembira bagi orang tua yang memiliki anak balita yang susah makan, bahwa pemberian madu secara teratur setiap hari dapat menurunkan tingkat morbiditas (panas dan pilek) dan memperbaiki nafsu makan anak balita.
Hasil penelitian menunjukkan, tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek kelompok madu (sebagai sampel ) menurun, nafsu makan meningkat, porsi dan frekuensi makan bertambah, sehingga konsumsi energi dan protein mereka juga meningkat dibandingkan kelompok sirup (sebagai kontrol).

Dua kesimpulan bahwa manfaat pemberian Madu adalah :

Pertama : madu merupakan makanan yang kaya gizi sedangkan gula hanya mengandung energi/ kalori

Kedua : madu ternyata juga mengandung senyawa yang bersifat antibiotik
Kandungan gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat seperti gula fruktosa (41%), glukosa ( 35% ), sukrosa ( 1,9% ) dan dekstrin ( 1,5% ) karbohidrat madu ikut menambah pasokan sebagian energi yang diperlukan balita.
Kadar protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%. Namun kandungan asam aminonya cukup beragam, baik asam amino ensesial maupun non esensial. Asam amino tersebut turut pula memasok sebagian keperluan protein tubuh balita. vitamin yang terdapat dalam madu antara lain vitamin B1, B2, B3, B6, dan vitamin C. Sementara mineral yang terkandung dalam madu antara lain kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor dan sulfit. Meski jumlahnya relatif sedikit, mineral madu merupakan mineral ideal bagi tubuh manusia karena imbangan dan jumlah mineral madu mendekati yang terdapat oleh darah manusia.
Madu juga mengandung pertumbuhan.
Ini adalah salah satu contok penelitian manfaat Madu : stek batang pohon yang dicelupkan dalam madu akan lebih cepat berakar dan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan stek yang ditanam tanpa bantuan madu. Madu juga mengandung zat antibiotik, kandungan ini merupakan salah satu keunikan madu. Penelitian Peter. C. Molan (1992) penelitian dari Departemen of Biologikal Seinces, University of Waikoto, di Hamilton Selandia Baru membuktikan, madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai patogen penyebab penyakit.

Takaran Minum Madu
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan dari madu – cairan manis yang menjadi cadangan makanan koloni lebah ini, konsumsinya harus secara teratur.Karena memang hal takaran juga akan berpengaruh......hanya saja takaran ini ada yang diperbolehkan ada yang nggak boleh...memang sih jika hal yang berlebihan sifatnya juga banyak ga baiknya....betul ga....?

Madu tersebut tidak dianjurkan untuk bayi usia 0-4 bulan, karena makanan pertama dan utama untuk mereka adalah air susu ibu ( ASI ) setelah usia 4 bulan baru boleh diberi madu sering pemberian makanan tambahan sesuai anjuran.
2-3 sendok makan madu dua kali sehari sudah cukup memadai untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh, namun untuk pengobatan dan penyembuhan atau pengobatan, madu lebih baik dikonsumsi dalam bentuk larutan dalam air karena akan mudah peyerapannya di dalam tubuh. Madu tersebut sebaiknya dikonsumsi dua jam sebelum makan atau tiga jam sesudahnya.

sumber : http://kang-romly.blogspot.com

Manfaat Daging Tokek

Khasiat daging tokek yang dikonsumsi sebagai makanan atau dalam bentuk bubuk dipercaya bisa mengobati berbagai macam penyakit seperti penyakit kulit, asma dan juga meningkatkan stamina kaum laki-laki. Tapi hingga kini belum ada penelitian secara farmakologi yang mampu menunjukkan khasiat dari pengobatan menggunakan tokek tersebut.

Tokek pernah dilaporkan dalam laporan praktik klinis (uji coba ke makhluk hidup) yang menunjukkan memiliki efek positif terhadap tumor ganas. Sebuah tim riset yang dipimpin oleh Prof Wang dari Henan University of China pernah melaporkan hal ini.

Penemuan ini dipublikasikan dalam World Journal of Gastroenterology. Tapi tidak ada penelitian mengenai studi farmakologi (ilmu tentang interaksi antara obat, sistem dan proses hidup) dari tokek ini, sehingga mekanisme kerjanya sebgai anti-tumor masih belum jelas.

Seperti dikutip dari Medicalnewstoday, Senin (26/4/2010) hasil laporan praktik klinis tokek tidak hanya bisa memperkuat sistem kekebalan suatu organisme tapi juga dapat menginduksi sel-sel tumor opoptosis yaitu sel-sel tumor yang dapat menghancurkan dirinya sendiri. Dalam melakukan praktik klinis ini, tim peneliti menggunakan hewan percobaan tikus yang berjenis kelamin betina.

Selain itu tokek juga diyakini dapat menurunkan aktivitas dari protein VEGF dan bFGF. Protein-protein ini sangat mempengaruhi perkembangan dari sel-sel kanker.

Dampak meningkatnya sistem kekebalan dideteksi berdasarkan thymus yaitu kelenjar yang dapat memproduksi sel imun di dalam leher, sel pagosit dan limpa. Serta diketahui adanya penurunan ekspresi protein VEGF dan bFGF, dan peningkatan dari sel apoptotik yang bisa membunuh sel tumor.

Saat ini badan kesehatan dunia (WHO) sedang melakukan penelitian mengenai khasiat dari daging dan kulit tokek yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit AIDS, asma dan berbagai penyakit kulit lainnya.

Hal ini untuk mengetahui apakah pengobatan ini benar-benar efektif atau tidak, serta untuk melihat adakah efek samping yang mungkin bisa ditimbulkan.

Tokek sudah dikenal sejak puluhan tahun lalu sebagai obat tradisional China dan juga sebagai salah satu menu makanan. Seiring berkembangnya informasi yang menunjukkan khasiat dari tokek ini, tokek kini termasuk salah satu binatang yang memiliki harga jual tinggi.


sumber : http://www.forumkami.com

Terapi Autisme

Terapi autisme menurut Tjhin Wiguna (2002) adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan autisme secara terstruktur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau paling tidak mendekati anak seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi :

1. terapi perilaku berupa ABA (Apllied Bahaviour Analysis)
2. terapi biomedik (medikamentosa)
3. terapi wicara
4. terapi sensori integration
5. terapi musik.

Adapun tujuan dari terapi autisme adalah mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar serta meningkatkan perkembangan anak agar sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya.

Sumber : http://edhotkamil.blogspot.com

Masalah yang dihadapi anak hiperaktif

1) Masalah intelek

Anak hiperaktif jelas mengalami gangguan dalam otak. Ia suli menyelesaikan pelajaran, sering tidak berkonsentrasi dan pelupa. Adakalanya mereka sulit mengerti pembicaraan orang secara umum, apalagi terhadap petunjuk yang mengandung langkah-langkah dan tahapan. Sulit menggabungkan satu hal dengan hal yang lainnya, kurang kendali diri, tidak dapat berencana atau menduga apa akibat yang dilakukannya, susah bergaul, kemampuan belajar lemah. Kadangkala mereka sadar harus mematuhi peraturan, tapi tidak mampu mengendalikan diri, ia juga sering mengalami kesulitan dalam mengutarakan pikiran dan perasaan mealui kat-kata.

2) Masalah biologis

Mereka suka sekali berlari-lari sehingga sulit untuk menyuruh mereka diam, suka berteriak dan rebut, semangatnya kuat. Anak hiperaktif juga peka terhadap bahan kimia, obat, debu, dan barang kosmetik. Mereka juga sensitive terhadap makanan tertentu, seperti: coklat, jagung, telor ayam, daging, gula, dan gamdum. Mereka sulit tidur dengan nyenyak dan mudah terbangun, dan kebiasaan tidur mereka bermacam-macam: ada yang bermimpi sambil berjalan, menggigau auat mengompol,. Mereka tidak dapat berolahraga dengan banyak gerak dan tenaga, seperti bersepeda atau lompat tali. Sebaliknya gerakan tenang pun bermasalah, misalnya bila disuruh menulis, manggambar, mewarnai, mereka tidak dapat menggunakan alat tulis dengan baik.

3) Masalah moral

Karena mengalami berbagai masalah seperti di atas, maka mereapun tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani. Ia bisa mencuri uang orangtuanya, tidak mengembalikan barang yang dipinjam, mencela pembicaraan orang, sehingga kesan orang banyak adalah anak ini bermasalah dan bermoral rendah.


Sumber : http://edhotkamil.blogspot.com

Ciri-ciri dan perilaku hiperaktif

Menurut Dr. Erik Taylor. Perbedaan jenis kelamin dapat menetukan peluang seorang anak untuk berperilaku hiperaktif. Anak laki-laki mempunyai kemungkinan 3 sampai 4 kali lebih besar untuk menjadi hiperaktif dibandingkan dengan anak perempuan, karena hiperaktivitas (missal sifat sgresif) pada anak perempuan tidak begitu berkembang.

Dr. Erik Taylor membagi perilaku aktif yang berlebihan menjadi 3, yaitu:

1) Overaktivitas, yaitu perilaku anak yang tidak mau diam yang disebabkan kelebihan energi. Hal ini menandakan bahwa anak tersebut sehat, cerdas dan penuh semangat. Tapi overaktivitas sesaat dapat terjadi pada anak yang keaktifannya normal.

2) Hiperaktivitas, yaitu ppola perilau overaktif yang cenderung ngawur (tidak pada tempatnya) cirri-ciri dari hiperaktivitas adalah sebagai berikut:

a) Sering meninggalkan tempat duduk saat mengikuti kegiatan dikelas atau kegiatan lain yang mengharuskannya tetap duduk.

b) Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau banyak bergerak ditempat duduk

c) Sering berlari-lari

d) Tidak dapat mengikuti aktivitas atau brmain dengan tenang dan santai

e) Sering banyak bicara.

3) Sindrom hiperkinetik yaitu bentuk semua hiperaktivitas parah, yang menyertai jenis kelambatan lain dalam perkembangan psikologi, misalnya sikap kikuk dan kesulitan berbicara. Anak yang berperilaku sangat aktif pada usia 2 sampai 3 tahun belun dapat dikategorikan hiperaktif, karena rentang aktivitas yang diangap normal masih besar. Baru seteleh anak usia 3 tahun keatas, aktivitas tidak teratahnya akan menurun drastis. Oleh karena itu, terlebih dulu perhatikan dengan seksama apakah overktivitas anak hanya karena ia tidak mampu memusatkan perhatiannya terhadap sesuatu lebih dari beberapa menit saja, ataukah ia tidak mampu mengendalikan diri dalam situasi yang menuntutnya untuk bersikap tenang.

C. Penyebab hiperaktif

Meskipun belum ada kepastisn apakah penyebab dari hiperaktif, tapi biasanya masalah ini terjadi sebagai hasil dari factor biologis dan lingkungan. Berikut penjelasannya:

1. Kondisi saat hamil dan persalinan, misalnya keracunan pada akhir kehamilan (ditandai dengan tingginya tekanan darah, pembengkakan kaki, dan eksresi protein melalui urin), cedera pada otak melalui kompikasi persalinan.

2. Cedera otak sesudah lahir, yang disebabkan benturan kuat pada kepala anak.

3. Tingkat keracunan timbale yang parah dapat mengakibatkan otak. Hal ini ditandai dengan kesulitan untuk konsentrasi, belajar dan perilaku hiperaktif. Polusi timbale ini berasal dari industri peleburan baterai, mobil bekas, asap kendaraan atau cat rumah yang tua. Obat untuk mengeluarkan timbale dari dalam tubuh hanya diberikan dibawah pengawasanb dokter bagi anak kadar timbalnya sudah sangat tinggi, karena obat tersebut mempunyai efek samping.

4. Lemah pendengaran, hal ini disebabkan infeksi telinga sehingga anak tidak dapat memproduksi bunyi yang didengarnya. Akibatnya tingkah laku menjadi tidak terkendali dan perkembangan bahasanya yang lamban.

5. Faktor psikis, yang lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan anak dengan dunia luar. Meskipun jarang, hubungan dengan anggota keluarga dapat juga menjadi penyebab hiperaktivitas. Contoh kasus, orangtua yabg bersikap sangat tegas menyuruh anak berdiri selama 15 menit di pojok ruangan untuk mengatasi ketidak disiplinannya. Tapi setelah 15 menit berlalu , maka anak malah mempunyai energi berlebih tang siap meledak dengan akibat negative disbanding kesalahan sebelumnya.

Sumber : http://edhotkamil.blogspot.com

HIPERAKTIF

A. Pengertian hiperaktif

Erick taylor dalam bukunya “Anak Yang Hiperaktif” mengatakan kata hiperaktif dinyatakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mandiri, tidak menaruh perhatian, dan impulsif (semaunya). Dan Menurut Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari” pengertian anak hiperaktif ialah menunjukan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak, perilakunya ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak dapat berkonsentrasi dan bertindak sehendak hatinya atau impulsif.

Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif. Sifatnya sudah parah dan berkelanjutan, muncul lebih dari satu situasi dan merusak kegiatan sekolahserta hubungan dengan teman.

Anak hiperaktif cenderung untuk selalu bergerak, bahkan dalam sotuasi yang menuntut agar merekabersikap tenang. Mereka juga tidak dapat berkonsentrasi dalam waktu beberapa menit saja. Sebentar-bentar mereka bergerak untuk berpindah dari permainan yang satu ke permainan yang lain.hal ini diebabkan karena mereka tidak puas dengan kegiatan yang dilakukannya. Anak hiperaktif umumnya bersifat agresif, penuh semangat, tidak dapat tenang, sulit diajari, tidak tahan lama melakukan suatu aktivitas, biasanya juga sulit bergaul dengan teman sebaya, tidak mampu menyelesaikan tugas yang dinerikan oleh guru dan juga sulit untuk mentaati orangtua dan guru.

B. Ciri-ciri dan perilaku hiperaktif

Menurut Dr. Erik Taylor. Perbedaan jenis kelamin dapat menetukan peluang seorang anak untuk berperilaku hiperaktif. Anak laki-laki mempunyai kemungkinan 3 sampai 4 kali lebih besar untuk menjadi hiperaktif dibandingkan dengan anak perempuan, karena hiperaktivitas (missal sifat sgresif) pada anak perempuan tidak begitu berkembang.

Dr. Erik Taylor membagi perilaku aktif yang berlebihan menjadi 3, yaitu:

1) Overaktivitas, yaitu perilaku anak yang tidak mau diam yang disebabkan kelebihan energi. Hal ini menandakan bahwa anak tersebut sehat, cerdas dan penuh semangat. Tapi overaktivitas sesaat dapat terjadi pada anak yang keaktifannya normal.

2) Hiperaktivitas, yaitu ppola perilau overaktif yang cenderung ngawur (tidak pada tempatnya) cirri-ciri dari hiperaktivitas adalah sebagai berikut:

a) Sering meninggalkan tempat duduk saat mengikuti kegiatan dikelas atau kegiatan lain yang mengharuskannya tetap duduk.

b) Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau banyak bergerak ditempat duduk

c) Sering berlari-lari

d) Tidak dapat mengikuti aktivitas atau brmain dengan tenang dan santai

e) Sering banyak bicara.

3) Sindrom hiperkinetik yaitu bentuk semua hiperaktivitas parah, yang menyertai jenis kelambatan lain dalam perkembangan psikologi, misalnya sikap kikuk dan kesulitan berbicara. Anak yang berperilaku sangat aktif pada usia 2 sampai 3 tahun belun dapat dikategorikan hiperaktif, karena rentang aktivitas yang diangap normal masih besar. Baru seteleh anak usia 3 tahun keatas, aktivitas tidak teratahnya akan menurun drastis. Oleh karena itu, terlebih dulu perhatikan dengan seksama apakah overktivitas anak hanya karena ia tidak mampu memusatkan perhatiannya terhadap sesuatu lebih dari beberapa menit saja, ataukah ia tidak mampu mengendalikan diri dalam situasi yang menuntutnya untuk bersikap tenang.

Sumber : http://edhotkamil.blogspot.com

DETEKSI DINI GEJALA HIPERAKTIF

Untuk dapat disebut memiliki gangguan ADHD, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.
Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga berat atau bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala. Tampilan klinis ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi. Gejala yang harus lebih dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum susu baik ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head banging (membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala kebelakang) dan sering marah berlebihan.
Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung), impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah yang mengganggu, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk, Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya, nafsu makan buruk. Koordinasi mata dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll) dan gangguan tidur.
Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain
Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya20).
Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak ‘nekat’ dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian antisosia, substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif-kompulsif.
Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak ‘nekat’ dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Resiko terjadi ADHD semakina meningkat bila salah satu saudara atau orang tua mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis dan perilaku tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif, gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan panic disertai goraphobia. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan perfasif termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic, Social phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.
Hiperaktivitas adalah salah satu aspek dari Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau yang dikenal dengan istilah Attention Deficit with/without Hyperactivity Disorder (ADD/HD). GPPH mencakup gangguan pada tiga aspek, yaitu sulit memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas. Apabila gangguan hanya terjadi pada aspek yang pertama, maka dinamakan Gangguan Pemusatan Perhatian (ADD), sedangkan bila ketiga aspek terkena imbas gangguan barulah disebut GPPH (ADHD).
——->Anak-anak yang sulit memusatkan perhatian biasanya menampilkan ciri-ciri, seperti ceroboh, sulit berkonsentrasi, seperti tidak mendengarkan bila diajak bicara, gagal menyelesaikan tugas, sulit mengatur aktivitas, menghindari tugas yang memerlukan pemikiran, kehilangan barang-barang, perhatian mudah teralih, dan pelupa.
Sedangkan, ciri-ciri dari hiperaktivitas adalah terus-menerus bergerak, memainkan jari atau kaki saat duduk, sulit duduk diam dalam waktu yang lama, berlarian atau memanjat secara berlebihan yang tidak sesuai dengan situasi, atau berbicara berlebihan. Sementara itu, impulsivitas ditampilkan dalam perilaku yang langsung menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan, sulit menunggu giliran dan senang menginterupsi atau mengganggu orang lain.
Bukan penyakit
Sydney Walker III, Direktur Institut Neuropsikiatris California Selatan, dalam bukunya Hyperactivity Hoax, menyatakan bahwa kesalahan mendasar dalam penanganan GPPH adalah memandangnya sebagai suatu diagnosa. GPPH bukanlah suatu penyakit, melainkan sekumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh beragam penyakit dan gangguan.
Ambillah contoh, pusing. Pusing bukanlah penyakit tetapi suatu gejala. Pusing bisa merupakan gejala influenza. Juga bisa disebabkan terlambat makan, tekanan darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Atau, bahkan bisa merupakan gejala tumor otak. Memberikan satu obat yang sama untuk semua gejala pusing, jelas tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan dapat memperburuk kondisi pasien.
Demikian pula halnya dengan GPPH. Tidaklah tepat bila memberikan obat atau pendekatan yang sama kepada semua anak yang mengalami GPPH, tanpa memahami terlebih dahulu penyakit atau gangguan yang melatarbelakanginya.
Faktor penyebab
GPPH dapat muncul sebagai efek dari adanya infeksi bakteri, cacingan, keracunan logam dan zat berbahaya (Pb, CO, Hg), gangguan metabolisme, gangguan endoktrin, diabetes, dan gangguan pada otak. Dengan mengatasi penyakit atau gangguan yang melatarbelakanginya, maka hiperaktivitas pun dapat tertanggulangi.
Penyakit keturunan seperti Turner syndrome, sickle-cell anemia, fragileX, dan Marfan syndrome juga dapat menimbulkan GPPH. Itulah sebabnya mengapa GPPH juga dapat ditemukan dalam garis darah keluarga turun-temurun. Dalam kasus seperti ini, GPPH dapat dikurangi dengan menghindari hal-hal yang menjadi keterbatasan mereka.
Selain itu, masalah dalam integrasi sensorik serta gangguan persepsi dapat melatarbelakangi timbulnya GPPH. Terkait dengan masalah ini diperlukan terapi khusus yang terfokus pada kekurangan tiap individu.
GPPH juga dapat bersumber pada gaya hidup yang tidak sehat. Konsumsi minuman berkafein (kopi, teh, coklat, cola, dan lain-lain) yang berlebihan, pola makan dengan gizi tak seimbang, serta kuantitas dan kualitas tidur yang kurang memadai disebut-sebut sebagai faktor yang turut menyumbang munculnya masalah ini.
Terkadang GPPH hanyalah dampak dari pola kehidupan yang kurang disiplin. Tanpa kedisiplinan yang konsisten, akhirnya mereka tumbuh menjadi anak-anak yang malas, sembrono, sulit mengendalikan diri, dan mematuhi peraturan. Untuk menanganinya diperlukan modifikasi perilaku dan kesediaan orangtua untuk mengubah pola asuh mereka. Dalam hal ini, psikolog memegang peranan yang penting untuk merancang program modifikasi perilaku dan memotivasi orangtua dalam menciptakan pola asuh yang lebih tepat.
Stimulan
Sebagian besar anak-anak yang mengalami GPPH mendapat perawatan medis berupa obat-obatan stimulan. Stimulan dipercaya dapat meningkatkan produksi dopamine dan norepinephrine, yaitu neurotransmiter otak yang penting untuk kemampuan memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku. Ritalin dengan kandungan methylphenidate adalah salah satu stimulan yang paling banyak diresepkan.
Sementara mengonsumsi stimulan, anak akan mengikuti terapi dan modifikasi perilaku. Setelah terapi dan modifikasi perilaku membuahkan hasil, dosis stimulan akan dikurangi secara bertahap sampai akhirnya lepas obat sama sekali. Demikian pendekatan yang paling banyak digunakan selama ini. C Keith Conners PhD membuktikan efektivitas pendekatan ini melalui penelitiannya yang disponsori oleh Institut Kesehatan Mental Nasional Amerika (NIMH).
Di sisi lain, banyak juga pihak yang menentang pendekatan ini. Salah satunya adalah gerakan Alternative Mental Health di Amerika. Mereka memandang stimulan lebih banyak mendatangkan kerugian daripada manfaat. Para pakar yang bergabung dalam gerakan ini dengan giat melakukan penelitian tentang peranan nutrisi, diet, dan herbal untuk mengatasi GPPH. Hasil penelitian mereka dapat dipantau melalui situs www.alternativementalhealth.com.
Alasan yang lebih masuk akal dikemukakan oleh Sydney Walker III yang juga menentang penggunaan stimulan. Sydney mengingatkan, bahwa GPPH adalah sekumpulan gejala yang dilatarbelakangi beragam penyakit dan gangguan, sehingga tidaklah tepat menyamaratakan penanganannya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa belum ada penelitian tentang efek jangka panjang stimulan. Penelitian Conners yang dianggap terhebat sekalipun hanya berlangsung dalam waktu 14 bulan.
Bahkan, Sydney mulai melihat kecenderungan anak-anak yang mengonsumsi stimulan tertentu lebih mudah menjadi pecandu narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) di usia dewasa. Selain struktur biokimia-nya yang mirip dengan kokain, konsumsi stimulan membuat anak-anak terbiasa mencari jalan keluar yang instan. Kurt Cobain-penyanyi grup Rock Nirvana yang tewas bunuh diri-diangkat oleh Sydney sebagai contoh anak hiperaktif yang mendapatkan penanganan yang salah. Ia terjerat narkoba sampai akhir hayatnya.
Penanganan
Apa pun bentuk penanganan yang Anda pilih, dengan atau tanpa obat, hal utama yang perlu diperhatikan adalah menerima dan memahami kondisi anak. Orangtua dan pendidik perlu memahami bahwa tingkah laku si anak yang tidak pada tempatnya didasari oleh keterbatasan dan gangguan yang ia alami.
Bukan berarti orangtua dan pendidik lantas mengabaikan kedisiplinan, melainkan anak dibantu untuk memenuhi peraturan. Misalnya, agar anak dapat menyelesaikan tugas pada waktunya, bagilah tugas ke dalam beberapa bagian kecil (beberapa nomor), tetapkan pula batas waktunya dengan jelas. Usahakan agar ruang belajar bebas dari gangguan, seperti suara, pernak-pernik maupun orang-orang yang hilir mudik. Menempatkan anak di barisan paling depan dan memberikan tepukan lembut juga dapat membantunya untuk memusatkan perhatian.
Berbagai tips praktis di atas, tentu saja tidak akan bermanfaat, apabila penyebab dasarnya belum teridentifikasi. Untuk itu diperlukan kerja sama tim yang terdiri dari dokter, dokter spesialis, psikolog, psikiater, guru dan orangtua dalam proses identifikasi. Sesudah masalah teridentifikasi dengan jelas, program penanganan dapat dirancang dengan akurat.
Pada beberapa kasus, anak-anak dengan gangguan ini membutuhkan terapi, seperti terapi remedial, terapi integrasi sensori, maupun terapi lain yang sesuai dengan kebutuhannya. Pusat-pusat terapi semacam ini telah banyak berdiri, meskipun terbatas di kota-kota besar di Indonesia.
Ketekunan, konsistensi, kerja sama dan sikap mau mengubah diri sangatlah dituntut dari pihak orangtua dan pendidik. Dengan kasih sayang yang tulus, telah banyak orangtua dan pendidik yang berhasil membantu anak-anaknya mengatasi masalah mereka. Jadi, hiperaktivitas bukanlah masalah tanpa jalan keluar

sumber ; http://wartawarga.gunadarma.ac.id

Contoh Kasus ADHD

Rida berusia 7 tahun. Saat ini dia duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Orang tuanya seringkali mendapatkan masukan dan laporan dari gurunya bahwa dia seringkali jalan-jalan di kelas. Rida lebih banyak berdiri dan tidak fokus pada pekerjaan sekolahnya.

Orang tuanya pun mengakui bahwa di rumah pun Rida seperti itu. Seringkali Rida berganti-ganti aktivitas dan tidak pernah sampai selesai. Misalnya, bermain bongkar pasang dan selang beberapa menit kemudian sudah beralih pada permainan yang lain.

Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi prestasinya di sekolah. Rida seringkali sulit dikontrol. Dia sering mengabaikan apa yang Mamanya perintahkan.

Kasus yang dialami Rida hanyalah salah satu kasus yang terjadi pada anak-anak lainnya. Kadangkala sebagai orang dewasa, jika kita memperhatikan seorang anak yang berganti-ganti aktivitas, kita memiliki asumsi bahwa anak itu mengalami kebosanan.

Namun, perlu diperhatikan lebih seksama lagi, apakah anak itu memang bosan atau ada hal lain yang terjadi padanya. Ketidakmampuan anak untuk menaruh perhatian terhadap berbagai aktivitas tentunya dapat menghambat perkembangan akademik dan perkembangan sosial anak.

Hal ini dapat terjadi karena dia tidak dapat menyelesaikan tugas dengan penuh perhatian dan proses belajar yang terganggu. Oleh sebab itu sangat penting jika orang tua maupun pendidik dapat melakukan deteksi atau mengetahui lebih awal yang terjadi pada anak sehingga dapat dilakukan penanganan dengan tepat.

Pada kasus Rida dan yang akan kita bicarakan lebih jauh merupakan sebuah ilustrasi mengenai Gangguan Pemusatan Perhatian atau Attention Deficit/ Hiperactivity (ADHD).

ADHD adalah sebuah gangguan dengan karakteristik adanya gejala kurang perhatian yang diikuti dengan hiperaktivitas maupun tidak (Monastra, 2005).

Seperti dijelaskan Wenar (1994) dalam bukunya Developmental Psychopatology, terdapat karakteristik utama dari ADHD. Antara lain adalah kurang perhatian, impulsif dan hiperaktif.
Penyabab:
*Kurang perhatian
Anak-anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian atau ADHD mengalami kesulitan untuk menaruh perhatian secara terus menerus dalam menyelesaikan tugas atau dalam aktivitas bermain.
Seperti yang terjadi pada Rida, dia kesulitan menaruh perhatian pada aktivitasnya bahkan ketika sedang bermain. Kurang perhatian seringkali berkaitan dengan rendahnya performansi sekolah karena anak membutuhkan waktu untuk berkonsentrasi dan menyerap informasi sebaik menaruh perhatian yang cukup panjang untuk melengkapi tugas tanpa adanya gangguan. Kondisi dimana anak mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugasnya membuat mereka menjadi frustrasi dan tertekan.

*Impulsif

Dalam arti khususnya, impulsif adalah bertindak tanpa ada pertimbangan tertentu. Ketika dihadapkan pada tugas yang kompleks, misalnya ketika tiba-tiba dalam pikiran mereka terdapat sebuah ide atau solusi tertentu, mereka tidak melakukan pertimbangan apapun apakah ide/pemikiran/perilaku mereka baik ataupun yang pantas.

Mereka mengatakan sesuatu tanpa dipikirkan sehingga kadangkala memberikan jawaban yang tidak benar saat di kelas atau mereka mengalami kesulitan ambil bagian dalam sebuah permainan.

Hal ini terjadi karena mereka mengalami kesulitan untuk mengatur reaksi diri terhadap rangsangan dari luar. Sangat sulit sekali jika kita melarang mereka untuk berhenti dari impulsivitasnya karena anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan untuk berhenti melihat, mendengar bahkan berpikir.


*Hiperaktif

Terdapat berbagai dasar tentang hiperaktif. Yaitu anak-anak dengan ADHD lebih aktif dari pada anak-anak normal dalam waktu 24 jam bahkan saat tidur sekalipun.

Mereka menunjukkan kegelisahan yang sangat besar dalam berbagai tugas sehingga mereka memperlihatkan gerakan-gerakan yang tidak relevan, tidak bertahan di tempat duduk mereka, bahkan selalu tidak bisa duduk dengan tenang seperti anak-anak yang lainnya.

Sumber : KabarIndonesia

CONTOH KASUS ANAK ADHD

Agus, seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun. Ia senang melakukan kegiatan olahraga, khususnya futsal. Ia memiliki kemampuan akademik yang cukup memadai. Meskipun demikian, gurunya menyatakan bahwa prestasi belajarnya sangat kurang. Gurunya meyakini bahwa Agus akan menjadi lebih baik dalam prestasi belajarnya apabila guru lebih banyak memberikan perhatian khusus kepadanya.
Di sekolah, Agus sangat jarang mengerjakan tugas dan menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya walaupun waktu yang disediakan cukup lama. Ia sering mengganggu teman-teman sekelasnya saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Ia sering meninggalkan tempat duduknya dan selalu bertanya-tanya sesuatu yang kurang bermanfaat kepada gurunya dan teman sebangkunya. Bahkan, ia sering menyakiti teman-temannya, misalnya menusuk tubuh temannya dengan ujung pensil yang telah di runcingkan. Saat melakukan futsal, ia bergerak kesana ke mari ke segala posisi dengan gerakan yang dilakukan secara berantai tanpa henti-hentinya. Namun, ia tidak segera menyelesaikan tugas sebagai seorang pemain yang sedang bermain futsal.
Di rumah, Agus termasuk anak yang sulit di atur. Rumahnya menjadi berantakan karena ia sering melakukan aktivitas memprakarsai unuk mencoba-coba membongkar dan memasang benda-benda yang ada di sekitrnya tanpa di selesaikan dengan baik. Sering kali ia membanting dan melempar benda-benda yang ada di sekitar ruangannya. Ayahnya melaporkan kepada gurunya bahwa Agus sering lupa terhadap apa yang pernah ia lakukan sehingga ayahnya frustasi oleh ulahnya dan sering membentak dengan keras saat Agus berperilaku tidak mau diam, bahkan menjadi berlebihan.

Berikut ini deskripsi kasus agus secara klinis..
Agus secara jelas merupakan anak dengan karakteristik hiperaktif yang mempunyai kesulitan pemusatan perhatian secara berlarut-larut dalam melakukan suatu tugas yang di berikan kepadanya. Akibatnya, semua tugas yang di berikan kepadanya tidak pernaj terselesaikan dan seiring tidak mendengarkan dengan baik saat seorang berbicara dengan dirinya. Agus sering menunjukkan aktivitas geraknya yang sulit di hentikan.
Anak-anak semacam Agus termasuk anak-anak hiperaktif yang berperilaku tidak mampu untuk diam sejenak dengan tenang di kursi belajarnya untuk beberapa menit (paling lama hanya lima menit) dan sering menunjukan gejala-gejala kegelisahan saat berada di ruang belajar. Dengan sikapnya tersebut menyebabkan gurunya dan teman-teman sekelasnya menjadi frustasi terhadap ulahnya. Dalam permainan futsal secara beregu, sering di lakukan pertemuan singkat saat waktu jeda dan sering kali Agus bertanya-tanya sambil berteriak-teriak terhadap pelatihnya (impulsivity).

Sumber : (4YU8 M4RT13N WEBLOG)
http://perina05.wordpress.com/about/

Apa Itu Autis daN apA Penyebab Autisme ?

Autisme : “Cacat pada perkembangan syaraf & psikis manusia, baik sejak janin dan seterusnya; yang menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku”. Sebuah penyakit yang satu abad yang lalu hampir tidak terdengar sama sekali, kini sudah hampir menjadi sesuatu yang normal. Perkembangan autisme terutama makin melejit di beberapa dekade terakhir.

Autisme cukup luas dan mencakup cukup banyak hal. Ciri-ciri autisme ada banyak, dan kebanyakan penderita autisme hanya menderita sebagiannya saja.

Penderita autisme cukup banyak yang ternyata malah menjadi sukses dalam hidupnya. Penderita autis banyak yang menjadi pakar pada bidang sains, matematika, komputer, dan lain-lainnya.

Orang tua dapat sangat membantu mengarahkan anak autis untuk mengeksploitasi kelebihan-kelebihannya (seperti: kemampuan untuk fokus & konsentrasi yang luar biasa), dan melatih mereka untuk memperbaiki berbagai kelemahan-kelemahannya.

Ketika sudah terlanjur, Autisme bisa sangat sulit untuk dikendalikan, apalagi untuk disembuhkan. Jika kita mengetahui berbagai potensi penyebabnya, maka mudah-mudahan kita bisa mengatur agar anak kita terhindar dari itu semua. “Mencegah lebih baik daripada mengobati”, kata pepatah. Dan untuk kasus Autisme, dimana di Amerika saja perawatannya memakan biaya US$ 35 milyar per tahun, pepatah ini sangat telak mengenai sasaran.

Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini. Kemungkinan besar, ada banyak penyebab autisme, bukan hanya satu.
Dahulu sempat diduga bahwa autisme disebabkan karena cacat genetik. Namun cacat genetika tidak mungkin terjadi dalam skala demikian besar dan dalam waktu demikian singkat. Karena itu kemudian para peneliti sepakat bahwa ada banyak kemungkinan penyebab autisme lainnya.

Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :


Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …

Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara. Contoh paling nyata adalah kasus pada negara terpencil Bhutan - begitu mereka mengizinkan TV di negara mereka, jumlah dan jenis kejahatan meningkat dengan drastis.

Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih polos. Hiperaktif ? ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah mengakui kemungkinan tersebut.


Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)

Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut.
Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan mental sejak tahun 1940 dengan memberlakukan diet khusus kepada pasiennya, dengan hasil yang jelas dan cenderung dalam waktu yang singkat.

Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama The Feingold Program.

Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.

Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar tahun 1970-an, beliau dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft foods, dll adalah anggotanya. Beliau tiba-tiba diasingkan oleh AMA, dan ditolak untuk menjadi pembicara dimana-mana.
Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita jadi bisa tahu berbagai temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.


Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah USG - hindari jika tidak perlu.
Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat.
Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid - namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari dosis normal).

Atau yang lebih baik - perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan folic acid, karena alam bisa mencegah tanpa menyebabkan efek samping :

Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side effects

Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup / preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas.

Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah dengan bahagia.


Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab autisme yang akan ditemukan di masa depan, sejalan dengan terus berkembangnya pengetahuan di bidang ini.

Secara ringkas; gaya hidup modern memang sangat besar kontribusinya terhadap peningkatan kasus autisme. Salah satu bukti yang paling nyata adalah nyaris tidak adanya kasus autisme di masyarakat Amish.

Berbagai artikel yang membahas topik ini cenderung sangat sulit untuk dipahami karena menggunakan bahasa medis / akademis. Karena itu, artikel ini bertujuan untuk menjelaskannya dalam bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti.
Sehingga selanjutnya diharapkan akan memudahkan para (calon) orang tua untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang soal ini.

semoga info ini bermanfaat,
sumber : Localholic.Mulitply.com

"Kepala Dedek Kok Kecil?"

text TEXT SIZE :
Share
Hati-hati saat kepala buah hati Anda kecil (Foto: Corbis)

"KEPALA Alivio koq kecil ya, Pi?," tanya Sandra pada suaminya. "Ah, kepala bayi memang begitu, Mi?," elak Rangga. "Ih, Papi, lihat lagi dong...," desak Sandra yang semakin khawatir ketika akhirnya sang suami mengiyakan. Ya, sekecil apapun perubahan fisik sang buah hati, orangtua sebaiknya tanggap!

Untuk Anda yang ingin mengetahui mengenai ukuran kepala anak dan berbagai macam bahayanya jika tak berukuran normal, dr Anna Tjandrajani SpA, Kelompok Kerja Neurologi Anak, RSAB Harapan Kita membeberkannya.

Ukuran Lingkar Kepala Bayi

Melihat kondisi Alivio, misalnya. Bayi ini terlihat kepalanya kecil. Untuk memastikan apakah ukuran kepalanya itu normal atau tidak, maka dilakukan pengukuran lingkar kepala. Pasalnya, ukuran lingkar kepala penting guna mengetahui gangguan, hingga kecerdasan bayi kelak.

Tentu saja, ukuran lingkar kepala bayi laki-laki dan perempuan itu beda. "Lingkar kepala bayi perempuan pada usia 0 bulan, antara 31-37 cm. Sedangkan, lingkar kepala bayi laki-laki bayi baru lahir adalah 32-38 cm," buka dr Anna Tjandrajani, SpA yang berpraktik di RSAB Harapan Kita.

Apa itu Mikrosefali?

Kemudian, hasil pengukuran lingkar kepala ini dituangkan dalam kurva pertumbuhan lingkar kepala anak. Pada kurva inilah akan terlihat apakah pengukuran di bawah -2 SD (Standar Deviasi), di atas +2 SD, atau di antaranya, sehingga dapat diketahui normal atau tidaknya lingkar kepala anak. Kurva lingkar kepala ini adalah kurva yang dikutip dari Nellhaus G Pediatric (1968).

Dilanjutkan dr Anna, lingkar kepala kurang dari -2 SD dari standar normal (-2 SD hingga +2 SD) sesuai usia bayi dan jenis kelaminnya disebut mikrosefali.

"Ukuran ini berlaku bagi bayi cukup bulan. Tapi, lain halnya dengan bayi lahir kurang bulan (prematur). Misalnya BB: 1800 gr, PB: 30 cm, bisa jadi lingkar kepalanya <31 cm. Jadi, belum tentu bayi prematur itu mengalami mikrosefali," tandasnya.

Cirinya, Berdahi Landai

Kok, sulit ya mengetahui mikrosefali dengan pedoman SD Nellhaus. Lalu, bagaimana cara orangtua mengenalinya?

"Perhatikan dahi (forehead) bayi, apakah landai atau tidak? Amati pula flattened back of the head, bagian belakang kepala bayi itu datar atau tidak? Periksa juga ubun-ubun (fontanel), apakah sempit atau sudah menutup?," papar dr Anna.

Bila Moms masih ragu dan ingin mengetahui penyebabnya, lakukan pemeriksaan rontgen, Computer Tomography (CT-scan), atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Kelainan Genetik Hingga Infeksi

Ternyata, penyebab mikrosefali ini bermacam-macam. Salah satunya, faktor genetik. Umpamanya saja, Moms atau Dads memiliki ukuran kepala kecil, sehingga bayi lahir pun berkepala kecil juga tapi tentunya kecil yang proporsional, atau sesuai dengan usia, jenis kelamin, berat, dan tinggi badannya.

Selain itu, ada faktor genetik yang tidak normal (patologis). Maksudnya, meski orangtua mempunyai ukuran kepala normal, namun bayi yang dilahirkan berkepala kecil.

"Mikrosefali bisa disebabkan infeksi dalam kandungan, seperti infeksi toksoplasma, rubella, atau cytomegalovirus, dan herpes," sebut dr Anna.

DSA yang juga berpraktik di Klinik Anakku ini menambahkan pula penyebab mikrosefali lainnya, yakni selama kehamilan bumil mengalami malnutrisi, kelainan metabolik, terpapar radiasi, obat tertentu, atau zat kimia-misalnya alkohol.

Mengalami Keterlambatan Perkembangan

Bila lingkar kepala bayi lebih kecil dari standar normal, jangan sekali-kali anggap remeh. Rupanya, risikonya berat.

"Batok kepala kecil, mungkin saja otaknya kecil. Dan hal ini membuat perkembangan sering kali terlambat, seperti perkembangan motorik halus, kasar, bicara, atau kognisi," urainya panjang lebar.

Sebagai contoh, jika perkembangan motorik kasarnya terganggu, akan menyebabkan proses berjalan anak lebih lambat dari usia anak pada umumnya. Contoh lainya, gangguan motorik halus, bisa sebabkan anak kurang bisa meraih sesuatu dengan cepat.

Begitu pula, mengenai perkembangan bicaranya, anak akan terlambat bicaranya. Juga, gangguan kognisi menyebabkan anak kurang daya berpikirnya.

"Adanya gangguan pada motorik kasar, hal ini bisa mencerminkan gejala Cerebral Palsy (CP). Begitu pula, ketika terjadi gangguan kognisi, bisa mengakibatkan mental retardasi. Malah, keterlambatan motorik kasar dan bicara itu bisa mengarah pada keterlambatan perkembangan secara umum (global delay development) dan menjurus berkurangnya kecerdasan (kognisi)," beber dr Anna sembari mengingatkan bahwa anak bisa menderita kejang dan ayan (epilepsi).

Penanganan: Terapi!

Prinsipnya, semua komplikasi itu bergantung pada seberapa parah kerusakan otaknya. Sebenarnya, kasus mikrosefali ini sulit diobati. Yang bisa dilakukan adalah pengobatan sesuai penyebab dan gejala atau kelainan yang timbul. Misalnya, bayi mikrosefali yang mengalami CP, maka dia akan ditangani sama seperti pada penderita CP. Kalau anak kejang, misalnya, dia akan diberi obat antikejang.

Selain itu, si kecil juga mendapat terapi-terapi, seperti fisioterapi (untuk menangani anak yang mengalami keterlambatan motorik), terapi wicara (untuk mengatasi anak yang terlambat bicara), dan lain-lain.

sumber : http://lifestyle.okezone.com/konsultasi/read/2010/04/28/27/327347/kepala-dedek-kok-kecil

UPAYA MENCEGAH KEMUNGKINAN AUTIS UNTUK BAYI SEJAK DALAM KANDUNGAN.

Oleh: Sandybali.

Para pembaca yang budiman,
Khususnya jika bayi anak pertama anda masih berada di dalam kandungan ibunya maka anda mempunyai kesempatan emas. Untuk mencegah kemungkinan Autis bagi bayi anda itu.

1. Bagaimana caranya ? >> Garis besarnya adalah mendetoks sang Ibu dan janin sang bayi.

2. Dengan metode apa ? >> Dengan mengkonsumsi bahan alami yang sudah teruji.

3. Plus metode apa lagi ? >> Dengan hyper oksidasi, serupa dengan yang dilakukan dengan metode hyperbaric chamber. Metode yang ini 100% aman dan 100% gratis. Cukup dilakukan di rumah anda sendiri dalam hitungan kurang dari 5 menit saja per siklus. Sementara metode lainnya memerlukan waktu berjam-jam per siklus atau bahkan seharian penuh jika termasuk waktu perjalanan pergi pulang dan waktu antri.

4. Dua metode itu saja ? >> Pada dasarnya iya. Khusus untuk yang memerlukan ada tambahan metode khusus. >> Belum tentu berbayar. Tanpa mengurangi efektifitasnya.

5. Apakah ada efek ketergantungan nantinya, baik bagi sang Ibu maupun sang bayi ? >> Lebih merupakan pilihan jawaban, pada awalnya metode ini bersifat preventif kuratif, selanjutnya bersifat pemeliharaan kesehatan.

6. Menegaskan pertanyaan nomor 5: jadi untuk sepanjang masa harus mempergunakan metode ini ? >> Paling tidak, sampai dengan sang bayi lahir dan anda yakin dia tidak membawa tanda-tanda atau gejala Autis maka aplikasi metode boleh diberhentikan jika anda suka.

7. Catatan: jika yang anda kuatirkan dengan mengemukakan pertanyaan nomor 5 dan nomor 6 adalah sehubungan gambaran biaya setinggi langit maka agar dimaklumi bahwa biayanya sebenarnya amat sangat terlalu ekonomis malahan. Dalam hitungan biaya per hari, akumulasi uang parkir untuk seluruh armada kendaraan bermotor anggota keluarga anda masih jaaaauh lebih banyak. Fantastik, ya ? Sampai disini tolong pikiran tetap positif bahwa dengan biaya yang jelas-jelas terjangkaupun, hasil bisa tetap optimal. Bahkan lebih aman karena efek samping = nol.

Analog:

Jika sudah mengetahui bahwa air rebusan daun sirih sudah bergenerasi terbukti sangat ampuh sebagai salah satu antibiotika alami dengan efek samping = nol, dan pikiran anda merasa lebih nyaman dengan mengkonsumsi antibiotika buatan dengan harga ratusan kali lipatnya plus segala efek sampingnya maka itu adalah pilihan anda.


sumber : http://autisme-counseling.com

Anakku Mengidap Autis

(The Muse; Tonggo Simangunsong; 14 Agustus 2007)

Nia (25) tak pernah menduga akan dikaruniai anak autis. Tapi apa daya, ia pun hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Hanya usaha yang bisa ia lakukan agar kelak putranya itu bisa hidup layaknya anak normal.

Kevin adalah adalah anak pertama pernikahan Nia dengan Anton Simbolon. Kini usianya beranjak 5 tahun. Kelainan pada bocah lelaki kelahiran Medan, 1 Oktober 2002 ini mulai nampak ketika ia berusia dua tahun. Di usia itu ia belum bisa bicara dengan jelas.

“Sebelumnya ia tampak normal. Responnya pun masih normal. Jika dipanggil misalnya, ia akan menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya itu,” kenang Nia perempuan berdarah Sunda itu.

Cara bicara Kevin yang lambat dan tidak jelas sebelumnya dianggap Nia dan keluarga hanyalah masalah keterlambatan pertumbuhan saja. Dan mereka yakin, Kevin pasti bisa berbicara layaknya anak normal seiring dengan pertumbuhan usianya nanti. Dan Kevin pun sempat mengikuti sekolah playgroup dengan sesama anak normal lainnya.

Namun hingga enam bulan kemudian, anggapan itu tenyata keliru. Kevin belum menampakkan perubahan. Bahkan, perilaku Kevin tampak semakin tidak seperti biasanya. Hal inilah yang akhirnya menyadarkan Nia bahwa ia perlu memeriksakan apa sebenarnya yang terjadi pada anaknya itu.

Karena kurangnya informasi tentang kelainan Kevin, Nia kemudian membawa Kevin ke Bandung. Dokter pertama yang ditemuinya adalah dr Dadang Sharief (spesialias anak) yang mengatakan, Kevin mengalami masalah (gangguan) pada pencernaan.

Dugaan-dugaan diagnosa yang belum jelas tentang kelainan yang terjadi pada Kevin sempat membuat Nia bingung. Hingga akhirnya atas rujukan dr Dadang Syarif sendiri, Nia pun bertemu dengan dr Meli Budiman (Ketua Yayasan Autis Indonesia).

Kebetulan waktu itu dr Meli Budiman sedang berkunjung ke Bandung. Dan atas diagnosa sang dokter, Kevin dijelasakan positif mengidap autis. “Dokter langsung tahu setelah memeriksa tingkah laku Kevin,” jelas Nia. Dan menyarankan agar Kevin menjalani terapi rutin.

Sayangnya, Kevin hanya bisa menjalani terapi selama enam bulan karena terkendala masalah biaya. “Terus terang saya akui, sebagai orang tua yang masih muda, waktu itu kami masih belum mapan secara finansial dan pengalaman,” kata Nia.

Maka dengan terpaksa Nia pun kembali ke Medan dengan harapan mendapat dukungan dari orangtua dan keluarga. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Nia tidak mendapat respon dan dukungan dari mereka, yang bahkan tidak menerima kenyataan yang menimpa Kevin.

Meski demikian, Nia dan suami tidak menyerah. “Saya dan ayah Kevin berusaha berjuang sendiri tanpa ada dukungan dari pihak keluarga dengan usia yang masih muda, dengan keadaan yang belum mapan,” kata Nia.

Dengan keterbatasan itu, Nia pun merawat Kevin sendirian. “Selama satu tahun Kevin kami rawat di rumah, tanpa bimbingan medis,” katanya. Ibu muda ini hanya merawat anaknya dengan mengandalkan buku-buku dan video.

Hingga pada tahun berikutnya, Nia dan suami yang bekerja sebagai pegawai swasta, memutuskan agar Kevin kembali mengikuti terapi dan pendidikan di Yayasan YAKARI, yayasan khusus untuk penanganan bagi anak penderita autis di Kota Medan.

Meski demikian, tak banyak harapan Nia pada Kevin. Harapan yang hampir sama bagi ibu yang juga memiliki anak penderita autis, yang juga terjadi bagi Mama Yudha misalnya; juga orang tua lain yang menghadapi kondisi yang sama.

Harapan yang sangat sederhana sebenarnya. “Bisa mandiri saja sudah cukup,” pinta Nia. Kenyataanya, hingga kini Kevin masih kesulitan untuk makan sendiri, buang air kecil (besar) sendiri. Yang jelas, semuanya masih mengharapkan uluran tangan orang lain, meskipun untuk melakukan hal semudah apapun.

Semakin Sayang Karena Autis

Bagi Nia, menerima kenyataan memiliki anak menderita autis awalnya sangatlah tidak mudah. Apalagi Kevin adalah putra pertamanya dari perkawinan mudanya.

Rasa minder pun sering dialaminya. Tapi perasaan itu justru menyadarkannya bahwa ia harus menerima Kevin bagaimanapun ia adanya. “Sikap menerima adalah kunci ketabahan bagi setiap orangtua yang memiliki anak autis,” jelas Nia. Sikap yang pada awalnya sulit ia lakukan.

“Kalau bukan orangtua yang berusaha mendekatkan diri, maka semakin sulit bagi penderita autis untuk hidup berkembang seperti yang diharapkan,” katanya.

Nia pun mengaku semakin sadar akan makna cinta sesungguhnya. Juga semakin sadar bahwa anak adalah titipan Tuhan yang bagaimanapun ia adanya haruslah dijaga dan dibesarkan dengan ikhlas. Bahkan dengan rasa syukur.

“Jika Kevin tidak menderita autis, mungkin cinta saya tidak sebesar ini. Jika Kevin tumbuh normal, mungkin saya tidak akan merasakan kebahagiaan yang pasti tidak dirasakan orangtua lain,” tambahnya.

Kebahagiaan orangtua yang memiliki anak autis seperti Nia memang berbeda dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh orangtua yang memiliki anak normal.

Nia mengaku akan bahagia jika misalanya, Kevin menunjukkan ekspresinya ketika dipanggil oleh ibunya; jika ia berbicara dengan baik atau ketika anaknya itu mampu melakukan hal lain yang bisa dilakukan anak normal, meski tak banyak.

“Mungkin kedengaran biasa saja bagi orang lain. Tapi itulah kebagiaan saya sebagai orang tua yang memiliki anak pengidap autis,” katanya dengan raut wajah sedih.

Pengalaman itu sekaligus membuat ia semakin sayang kepada Kevin. “Saya dan suami akan merawatnya semampu kami. Apa pun akan kami lakukan demi Kevin. Sebab inilah tanggungjawab kami sebagai orangtua.” Tak terasa matanya tampak basah memerah.

Orangtua, Terapis Autis Sesungguhnya

Apakah autis bisa disembuhkan? Semua orangtua seperti Nia pasti mengharapkan jawaban yang sama, yaitu: ya. Ini pulalah yang menjadi dasar keyakinan mereka sehingga berbagai upaya pun mereka tempuh.

Penanganan autis sejauh ini dilakukan dengan terapi, seperti terapi perilaku, wicara dan sensori (okupasi). Upaya lain adalah mencari gangguan metabolisme yang mungkin menjadi menjadi faktor pencetus gejala autis. Dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan darah, faecus, urine dan rambut (terapi biomedis).

Inilah upaya yang juga dilakukan YAKARI sejauh ini. Namun Arief Budi Santoso, konsultan pendidikan di yayasan itu mengatakan, berhasil tidaknya upaya itu tak lepas dari peran orangtua sendiri. Sebab orangtualah orang yang terdekat dengan anaknya.

Arief menjelaskan contoh kasus yang pernah dialami Catherine Maurice, seorang ibu yang memiliki tiga anak yang sama-sama mengidap autis. Seorang ibu yang terbilang berhasil hingga bukunya (“Let Me Hear Your Voice”), banyak menjadi acuan terapi bagi seluruh orangtua yang memiliki anak autis di seluruh dunia. “Catherine telah membuktikannya, “jelas Arief.

Penyebab autis

Sejauh ini penyebab autis dipastikan terjadi karena faktor genetik. Namun meskipun anak membawa predisposisi genetik, bila tidak ada faktor pencetus dari luar, diperkirakan gejala autis tidak timbul.

Selain itu adalah faktor pencetus sebelum kelahiran, seperti keracunan logam berat, terkena infeksi virus rubella, CMV, toxoplasma, jamur. Juga dikarenakan ibu memakan obat-obatan keras terutama pada saat trimester pertama masa kehamilan. Hal ini bisa mengganggu struktur susunan syaraf pusat janin sehingga anak akan menunjukkan gejala autis sejak akhir.

Autis juga muncul akibat faktor pencetus setelah kelahiran. Hal ini bisa disebabkan oleh terjadinya infeksi virus, jamur atau bakteri, terutama dalam usus. Adanya gangguan pencernaan yang menyebabkan berbagai macam alergi makanan, keracunan logam berat, seperti pB, Hg, As, dan Sb. Akibatnya, terjadi gangguan kekebalan tubuh (imunodefisiensi) sehingga anak sering sakit.

Juga diakibatkan banyaknya exorphin (casomorphin dan gliadorphin) yaitu protein yang berasal dari casein (susu sapi) dan gluten (tepung terigu) yang tidak dapat dicerna anak. Sehingga memberikan efek seperti morphin. Untuk diketahui, fungsi otak yang dipengaruhi morphin adalah bidang prilaku, perhatian, kecerdasan dan emosi.

Bila hal ini terjadi, maka munculah apa yang disebut autis regresif. Gejalanya bermacam-macam. Ketika anak sudah sempat berkembang normal, tapi kemudian terjadi kemunduran pada umur 18-24 bulan. Bahkan, perkembangannya bisa terhenti.

Gejala lain adalah, apa yang telah dipelajari dan dikuasai si anak menghilang perlahan-lahan. Misalnya, anak sudah mampu berbicara, tapi kemudian kemampuan bicara itu hilang disertai dengan munculnya gejala-gejala autis. Gejala ini terlihat dari prilakunya yang tidak normal.

sumber : http://tonggo.wordpress.com/2007/08/30/anakku-mengidap-autis/

Jumat, 07 Mei 2010

kasus anak ADHD

Agus, seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun. Ia senang melakukan kegiatan olahraga, khususnya futsal. Ia memiliki kemampuan akademik yang cukup memadai. Meskipun demikian, gurunya menyatakan bahwa prestasi belajarnya sangat kurang. Gurunya meyakini bahwa Agus akan menjadi lebih baik dalam prestasi belajarnya apabila guru lebih banyak memberikan perhatian khusus kepadanya.
Di sekolah, Agus sangat jarang mengerjakan tugas dan menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya walaupun waktu yang disediakan cukup lama. Ia sering mengganggu teman-teman sekelasnya saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Ia sering meninggalkan tempat duduknya dan selalu bertanya-tanya sesuatu yang kurang bermanfaat kepada gurunya dan teman sebangkunya. Bahkan, ia sering menyakiti teman-temannya, misalnya menusuk tubuh temannya dengan ujung pensil yang telah di runcingkan. Saat melakukan futsal, ia bergerak kesana ke mari ke segala posisi dengan gerakan yang dilakukan secara berantai tanpa henti-hentinya. Namun, ia tidak segera menyelesaikan tugas sebagai seorang pemain yang sedang bermain futsal.
Di rumah, Agus termasuk anak yang sulit di atur. Rumahnya menjadi berantakan karena ia sering melakukan aktivitas memprakarsai unuk mencoba-coba membongkar dan memasang benda-benda yang ada di sekitrnya tanpa di selesaikan dengan baik. Sering kali ia membanting dan melempar benda-benda yang ada di sekitar ruangannya. Ayahnya melaporkan kepada gurunya bahwa Agus sering lupa terhadap apa yang pernah ia lakukan sehingga ayahnya frustasi oleh ulahnya dan sering membentak dengan keras saat Agus berperilaku tidak mau diam, bahkan menjadi berlebihan.
Berikut ini deskripsi kasus agus secara klinis..
Agus secara jelas merupakan anak dengan karakteristik hiperaktif yang mempunyai kesulitan pemusatan perhatian secara berlarut-larut dalam melakukan suatu tugas yang di berikan kepadanya. Akibatnya, semua tugas yang di berikan kepadanya tidak pernaj terselesaikan dan seiring tidak mendengarkan dengan baik saat seorang berbicara dengan dirinya. Agus sering menunjukkan aktivitas geraknya yang sulit di hentikan.
Anak-anak semacam Agus termasuk anak-anak hiperaktif yang berperilaku tidak mampu untuk diam sejenak dengan tenang di kursi belajarnya untuk beberapa menit (paling lama hanya lima menit) dan sering menunjukan gejala-gejala kegelisahan saat berada di ruang belajar. Dengan sikapnya tersebut menyebabkan gurunya dan teman-teman sekelasnya menjadi frustasi terhadap ulahnya. Dalam permainan futsal secara beregu, sering di lakukan pertemuan singkat saat waktu jeda dan sering kali Agus bertanya-tanya sambil berteriak-teriak terhadap pelatihnya (impulsivity).

sumber : http://4yu8.wordpress.com/2010/02/23/contoh-kasus-anak-adhd/

kasus anak autis

Nia (25) tak pernah menduga akan dikaruniai anak autis. Tapi apa daya, ia pun hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Hanya usaha yang bisa ia lakukan agar kelak putranya itu bisa hidup layaknya anak normal.
Kevin adalah adalah anak pertama pernikahan Nia dengan Anton Simbolon. Kini usianya beranjak 5 tahun. Kelainan pada bocah lelaki kelahiran Medan, 1 Oktober 2002 ini mulai nampak ketika ia berusia dua tahun. Di usia itu ia belum bisa bicara dengan jelas.
“Sebelumnya ia tampak normal. Responnya pun masih normal. Jika dipanggil misalnya, ia akan menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya itu,” kenang Nia perempuan berdarah Sunda itu.
Cara bicara Kevin yang lambat dan tidak jelas sebelumnya dianggap Nia dan keluarga hanyalah masalah keterlambatan pertumbuhan saja. Dan mereka yakin, Kevin pasti bisa berbicara layaknya anak normal seiring dengan pertumbuhan usianya nanti. Dan Kevin pun sempat mengikuti sekolah playgroup dengan sesama anak normal lainnya.
Namun hingga enam bulan kemudian, anggapan itu tenyata keliru. Kevin belum menampakkan perubahan. Bahkan, perilaku Kevin tampak semakin tidak seperti biasanya. Hal inilah yang akhirnya menyadarkan Nia bahwa ia perlu memeriksakan apa sebenarnya yang terjadi pada anaknya itu.
Karena kurangnya informasi tentang kelainan Kevin, Nia kemudian membawa Kevin ke Bandung. Dokter pertama yang ditemuinya adalah dr Dadang Sharief (spesialias anak) yang mengatakan, Kevin mengalami masalah (gangguan) pada pencernaan.
Dugaan-dugaan diagnosa yang belum jelas tentang kelainan yang terjadi pada Kevin sempat membuat Nia bingung. Hingga akhirnya atas rujukan dr Dadang Syarif sendiri, Nia pun bertemu dengan dr Meli Budiman (Ketua Yayasan Autis Indonesia).
Kebetulan waktu itu dr Meli Budiman sedang berkunjung ke Bandung. Dan atas diagnosa sang dokter, Kevin dijelasakan positif mengidap autis. “Dokter langsung tahu setelah memeriksa tingkah laku Kevin,” jelas Nia. Dan menyarankan agar Kevin menjalani terapi rutin.
Sayangnya, Kevin hanya bisa menjalani terapi selama enam bulan karena terkendala masalah biaya. “Terus terang saya akui, sebagai orang tua yang masih muda, waktu itu kami masih belum mapan secara finansial dan pengalaman,” kata Nia.
Maka dengan terpaksa Nia pun kembali ke Medan dengan harapan mendapat dukungan dari orangtua dan keluarga. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Nia tidak mendapat respon dan dukungan dari mereka, yang bahkan tidak menerima kenyataan yang menimpa Kevin.
Meski demikian, Nia dan suami tidak menyerah. “Saya dan ayah Kevin berusaha berjuang sendiri tanpa ada dukungan dari pihak keluarga dengan usia yang masih muda, dengan keadaan yang belum mapan,” kata Nia.
Dengan keterbatasan itu, Nia pun merawat Kevin sendirian. “Selama satu tahun Kevin kami rawat di rumah, tanpa bimbingan medis,” katanya. Ibu muda ini hanya merawat anaknya dengan mengandalkan buku-buku dan video.
Hingga pada tahun berikutnya, Nia dan suami yang bekerja sebagai pegawai swasta, memutuskan agar Kevin kembali mengikuti terapi dan pendidikan di Yayasan YAKARI, yayasan khusus untuk penanganan bagi anak penderita autis di Kota Medan.
Meski demikian, tak banyak harapan Nia pada Kevin. Harapan yang hampir sama bagi ibu yang juga memiliki anak penderita autis, yang juga terjadi bagi Mama Yudha misalnya; juga orang tua lain yang menghadapi kondisi yang sama.
Harapan yang sangat sederhana sebenarnya. “Bisa mandiri saja sudah cukup,” pinta Nia. Kenyataanya, hingga kini Kevin masih kesulitan untuk makan sendiri, buang air kecil (besar) sendiri. Yang jelas, semuanya masih mengharapkan uluran tangan orang lain, meskipun untuk melakukan hal semudah apapun.
Semakin Sayang Karena Autis
Bagi Nia, menerima kenyataan memiliki anak menderita autis awalnya sangatlah tidak mudah. Apalagi Kevin adalah putra pertamanya dari perkawinan mudanya.
Rasa minder pun sering dialaminya. Tapi perasaan itu justru menyadarkannya bahwa ia harus menerima Kevin bagaimanapun ia adanya. “Sikap menerima adalah kunci ketabahan bagi setiap orangtua yang memiliki anak autis,” jelas Nia. Sikap yang pada awalnya sulit ia lakukan.
“Kalau bukan orangtua yang berusaha mendekatkan diri, maka semakin sulit bagi penderita autis untuk hidup berkembang seperti yang diharapkan,” katanya.
Nia pun mengaku semakin sadar akan makna cinta sesungguhnya. Juga semakin sadar bahwa anak adalah titipan Tuhan yang bagaimanapun ia adanya haruslah dijaga dan dibesarkan dengan ikhlas. Bahkan dengan rasa syukur.
“Jika Kevin tidak menderita autis, mungkin cinta saya tidak sebesar ini. Jika Kevin tumbuh normal, mungkin saya tidak akan merasakan kebahagiaan yang pasti tidak dirasakan orangtua lain,” tambahnya.
Kebahagiaan orangtua yang memiliki anak autis seperti Nia memang berbeda dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh orangtua yang memiliki anak normal.
Nia mengaku akan bahagia jika misalanya, Kevin menunjukkan ekspresinya ketika dipanggil oleh ibunya; jika ia berbicara dengan baik atau ketika anaknya itu mampu melakukan hal lain yang bisa dilakukan anak normal, meski tak banyak.
“Mungkin kedengaran biasa saja bagi orang lain. Tapi itulah kebagiaan saya sebagai orang tua yang memiliki anak pengidap autis,” katanya dengan raut wajah sedih.
Pengalaman itu sekaligus membuat ia semakin sayang kepada Kevin. “Saya dan suami akan merawatnya semampu kami. Apa pun akan kami lakukan demi Kevin. Sebab inilah tanggungjawab kami sebagai orangtua.” Tak terasa matanya tampak basah memerah.

sumber : http://tonggo.wordpress.com/2007/08/30/anakku-mengidap-autis/

Manfaat dan Kekuatan Dongeng pada Psikologi Anak

Pada zaman serba canggih seperti sekarang, kegiatan mendongeng di mata anak-anak tidak populer lagi. Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada televisi yang menyajikan beragam acara, mulai dari film kartun, kuis, hingga sinetron yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak. Kalaupun mereka bosan dengan acara yang disajikan, mereka dapat pindah pada permainan lain seperti videogame.
KENDATI demikian, kegiatan mendongeng sebetulnya bisa memikat dan mendatangkan banyak manfaat, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga orang tua yang mendongeng untuk anaknya. Kegiatan ini dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Para pakar menyatakan ada beberapa manfaat lain yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini.
Pertama, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini.
Kedua, cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena Kak Agam di sini tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak.
Ketiga, dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan Kak Agam, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya.
Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng oleh Kak agam. Untuk anak-anak usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Misalnya dongeng-dongeng tentang binatang. Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh daya rangsang imajinatifnya, tapi juga kesadaran dan kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik. Untuk itu Kak Agam dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng.
Manfaat Dongeng untuk anak :
1. Mengasah daya pikir dan imajinasi
2. Menanamkan berbagi nilai dan etika
3. Menumbuhkan minat baca
Kekuatan Dongeng pada Anak
Kak Bimo, seorang pecinta anak-anak, guru, trainer, sekaligus pendongeng yang sangat fasih dan piawai. Di kotanya Yogyakarta penulis mengenalnya tak hanya lantaran kemampuannya menyihir anak-anak dengan dramatis, namun juga karena muatan pesan moral yang dalam serta komprehensif mampu diselipkan dengan sangat apik dan tak membebani. Anak-anak demikian terbius segenap perhatian dan pikirannya pada alur cerita sederhana namun enak diikuti selama dongeng berlangsung. Kemudian kita mungkin mengenal PM Toh, pendongeng asal Aceh yang selalu mementingkan interaksi serta suasana yang aman dan nyaman bagi anak-anak yang mendengarkannya. Selain itu tak asing bagi kita yakni Kusumo Priyono, maestro dongeng Indonesia yang berpendapat bahwa dalam mendongeng biasanya ada sesuatu yang ingin disampaikan, terutama moral dan budi pekerti. Selain itu, yang tak kalah penting adalah sarat nuansa hiburan bagi anak-anak (edukatif dan kreatif) sehingga anak merasa senang dan terhibur. Demikianlah, anak-anak memang sangat senang mendengarkan cerita atau dongeng. Terutama cerita yang dibacakan oleh orang tua atau orang dewasa.
Menimbang Manfaat Dongeng
Tak bisa disangkal bahwa dongeng memang memiliki daya tarik tersendiri. Di sebagian sisi, terjadi suatu fenomena klise, bahwa anak-anak sebelum tidur kerap minta mendengar dongeng yang dikisahkan oleh ibu, nenek, atau orang dewasa yang berusaha menidurkannya. Meski bisa saja ditafsirkan bahwa dongeng tak selamanya menyenangkan, namun kenyataannya memang dongeng mudah membuat anak tertidur, disamping dongeng disetujui sebagai aktifitas rileks memang memiliki potensi konstruktif untuk mendukung pertumbuhkembangan mental anak. Bercerita atau mendongeng dalam bahasa Inggris disebut storytelling, memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah mampu mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbicara anak, mengembangkan daya sosialisasi anak dan yang terutama adalah sarana komunikasi anak dengan orang tuanya. (Media Indonesia, 2006). Kalangan ahli psikologi menyarankan agar orangtua membiasakan mendongeng untuk mengurangi pengaruh buruk alat permainan modern. Hal itu dipentingkan mengingat interaksi langsung antara anak balita dengan orangtuanya dengan mendongeng sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak menjelang dewasa.
Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara yang tak kalah ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan manusiawi dan sportifitas bagi anak. Melalui dongeng pula jelajah cakrawala pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis, dan cerdas. Anak juga bisa memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Hal ini akan membantu mereka dalam mengidentifikasikan diri dengan lingkungan sekitar disamping memudahkan mereka menilai dan memposisikan diri di tengah-tengah orang lain. Sebaliknya, anak yang kurang imajinasi bisa berakibat pada pergaulan yang kurang, sulit bersosialisasi atau beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Namun terlepas dari setumpuk teori manfaat tersebut, rasanya kita tetap harus berhati-hati. Karena jika kita kurang teliti, cukup banyak dongeng mengandung kisah yang justru rawan menjadi teladan buruk bagi anak-anak. Sebut saja dongeng rakyat tentang Sangkuriang yang secara eksplisit mengisahkan bahwa ibu kandung Sang-kuriang gara-gara bersumpah akan menjadi istri pihak yang mengambil peralatan tenun yang jatuh terpaksa menikah dengan seekor anjing. Tak cukup itu kondisi diperparah oleh kisah bahwa setelah membunuh sang anjing yang notabene adalah ayah kandungnya sendiri Sangkuriang sempat jatuh cinta dalam makna asmara kepada Dayang Sumbi, ibu kandungnya sendiri. Belum terhitung kelicikan Dayang Sumbi membangunkan ayam jago agar berkokok sebelum saat fajar benar-benar tiba, demi mengecoh Sangkuriang agar menduga dirinya gagal memenuhi permintaan Dayang Sumbi yakni merampungkan pembuatan perahu dalam satu malam saja. Karena muatan-muatan pada cerita dongeng harus dipertimbangkan dengan kondisi psikologi yang mungkin deserap oleh sang anak, jangan sampai terjadi kesalahan pemahaman dari dongeng yang dimaksudkan positif malah menjadi negatif…

SUMBER : http://4yu8.wordpress.com/

Kemampuan Verbal Anak Autis

Oleh: Johanna Ririmasse


“Yo, kamu kan terapis anak autis. Aku pengen nanya nih. Tomas, cucu pertamaku belum bisa ngomong tuh sampai sekarang. Padahal umurnya sudah hampir tiga tahun. Aku jadi kuatir apa iya Tomas itu autis?”Tanya salah satu senior guru sekolah minggu di gereja.

Terlepas dari apakah seorang anak itu autis atau bukan seperti ilustrasi diatas, kasus terlambat bicara merupakan kasus yang dialami oleh anak bermasalah, seperti anak autis. Dalam sebuah seminar mengenai Penanganan Anak Bermasalah Khususnya dalam Segi Emosi dan Autism, Julianti Gunawan, menuliskan,”Ciri-ciri gejala autisme nampak dari gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, dan sensoris�. Selanjutnya, terapis anak autis yang juga bekerja di Biro Konsultasi Psikologi sebuah yayasan pendidikan di Jakarta, merincikan,”gangguan komunikasi pada anak autis ditandai dengan tidak adanya kontak mata, terlambat berbicara atau sama sekali belum dapat bicara, sulit untuk memulai percakapan dengan orang lain, mengulang kata-kata atau membeo, berbicara dalam bahasa yang tidak dapat dimengerti atau bahasa planet, serta tidak memahami pembicaraan orang lain” Jadi, salah satu ciri gangguan komunikasi yang muncul pada anak autis adalah terlambat bicara atau sama sekali belum dapat bicara.

Terlambat bicara berhubungan dengan kemampuan anak menyampaikan kebutuhannya dengan suatu cara yang dapat dimengerti dengan benar atau perilaku komunikatif. Dalam sebuah makalah seminar bahasa juga dituliskan, perkembangan perilaku komunikatif dibagi dalam tiga kelompok; Pertama, Tahap Perlokusioner, dimana pesan diterima oleh pendengar tanpa ada usaha dari anak sehingga tidak terjadi komunikasi antara kedua belah pihak. Umumnya muncul sebelum umur 10 bulan. Kedua, Tahap Ilokusioner, ditandai dengan munculnya perilaku bahasa non verbal yang dapat dimengerti oleh pendengar, misalnya anak hanya menunjuk pada benda yang diinginkan. Ketiga, Perilaku Lokusioner, adalah fungsi bahasa yang dijadikan kedalam bentuk bahasa verbal. Sehingga pada tahap Perilaku Lokusioner sudah mulai timbul usaha dari anak untuk menyampaikan kebutuhannnya dalam bentuk bahasa verbal.

Kemampuan anak memasuki tahap Perilaku Lokusioner, merupakan langkah awal untuk mengembangkan kemampuan verbal atau mengembangkan kemampuan anak berbicara anak. Dibawah ini ada lima cara sederhana yang dapat dilakukan orang tua atau terapis untuk mengembangkan kemampuan verbal anak, antara lain:

Permainan Tiba-Tiba

Permainan tiba-tiba merupakan permainan tidak terencana tapi mengasyikan, karena mengajari anak bicara dari apa yang menarik perhatiannya saat itu. Misalnya, anak tertarik pada kaleng bekas yang kebetulan tergeletak di lantai. Lantas anak mengambil, membuka dan menutup kaleng tersebut. Kesempatan ini dapat digunakan oleh orang tua atau terapis untuk mengajari konsep “buka” dan “tutup”. Caranya, orang tua atau terapis menutup kaleng sambil mengatakan,”tutup”. Lantas penutup kaleng tersebut diberikan kepada anak. Kemudian minta anak untuk mengikuti apa yang dilakukan sebelumnya. Atau, bisa juga menggunakan kaleng lain, agar orang tua atau terapis dan anak melakukan permainan ini secara bersamaan. Cara yang sama dilakukan juga untuk mengajari konsep,”buka.” Bila anak bosan kita juga dapat ganti mengajari konsep lain, seperti “pelan” dan “berisik”. Caranya, memukul kaleng perlahan dengan sendok, sambil berkata dengan nada suara pelan,”pelan!”. Kemudian memukul kaleng sekencangnya sambil berteriak,”berisik!”. Permainan dilakukan berulang dan dikembangkan dalam suasana yang menyenangkan. Anak akan lebih menikmati permainan bila kemudian orang tua atau terapis yang meniru tingkah anak dalam bermain.

Permainan tiba-tiba ini dapat dilakukan juga pada saat anak tertarik pada gambar kesukaannya, misalnya gambar gajah. Orang tua atau terapis bisa mengikuti tingkah anak menunjuk sambil menyebutkan nama “gajah” pada gambar yang ditunjuk. Bila anak tertawa dan senang tingkahnya diikuti oleh orang tua atau terapis secara berulang�ulang, hal ini akan memancing anak untuk meniru orang tua atau terapis tanpa disadarinya. Maka kesempatan ini dapat juga digunakan untuk mengajari anak menyebutkan nama binatang yang ada digambar selain gajah, seperti sapi, domba, kucing dan sebagainya. Selanjutnya, bisa juga dikembangkan menjadi dua kata, seperti “gajah abu-abu”, “gajah India”, atau…”susu sapi”, �domba putih”, dan seterusnya.

Lomba Menamai Benda

Permainan berikutnya adalah lomba menamai benda. Untuk mempraktekan cara ini, orang tua atau terapis membutuhkan gambar�gambar yang sudah dikenal dan akan dinamai. Misalkan, gambar topi, burung, sepatu, apel, gajah, dan sebagainya yang dapat dipotong dari majalah bekas. Tempelkan gambar pada karton berukur post card (gambar 2.1) agar kelihatan menarik, lalu tempelkan pada dinding kamar terapi atau ruang keluarga. Kemudian membuat lomba dengan instruksi yang sederhana pada anak. Misalkan, “lari, pegang gambar topi, lalu sebutkan “topi”. Setelah instruksi diberikan, orang tua atau terapis lari bersama anak untuk memegang gambar topi sambil berteriak,”topi”. Permainan ini dapat juga dikembangkan dengan menyebutkan dua kata, seperti, topi merah, topi baru, topi sekolah (bila memang itu gambar topi sekolah), dan sebagainya.

Permainan lomba menamai benda akan lebih menyenangkan bila mengajak saudara, teman, atau anak tetangga yang sebaya dengan anak. Tapi, sebaiknya permainan cukup melibatkan anak dengan dua pemain lainnya, agar anak lebih mudah meniru, dan tetap dapat mengikuti permainan dengan baik. Supaya permainan lomba menamai benda ini lebih menantang, maka gambar-gambar yang akan dinamai di tempelkan agak tinggi, agar anak harus melompat saat menyentuh gambar yang akan dinamai tersebut.

Lagu atau Nyanyian

Lagu adalah cara menyenangkan untuk mengembangkan kemampuan verbal anak, karena umumnya anak-anak suka sekali bernyanyi. Melalui bernyanyi anak dapat belajar mengucapkan lirik lagu tersebut satu persatu.

Mengajari anak menyanyi dapat dimulai dari lagu pendek dan sederhana, yang tentunya sangat disukai oleh anak, misalkan “Topi Saya Bundar”, “Kepala Pundak Lutut Kaki”, “Balonku Ada Lima”, atau “Aku Punya Anjing Kecil”. Selain itu, lagu juga dapat memperkaya imajinasi anak, dimana lirik lagu tersebut diubah sesuai dengan karakter lagu. Misalkan, lagu Aku Punya Anjing Kecil dapat diganti liriknya menjadi

Aku Punya Kucing Kecil.
Aku punya kucing kecil
Kuberi nama Kitty
Dia pandai menari-nari
Sambil bernyanyi riang
Kitty, meong-meong
Kemari, meong-meong
Ayo nari-nari
Kitty, meong-meong
Kemari, meong-meong
Ayo nari-nari…

Disamping itu, anak akan merasa senang bila lagu tersebut dinyanyikan memakai gerakan yang sesuai dengan lirik lagu. Dan akan lebih menarik lagi bila nama anaknya disebutkan dalam lirik lagu tersebut.

Menonton Televisi

Sebenarnya, nonton televisi dapat dijadikan sarana untuk mengajar anak berbicara dan komunikasi, asalkan orang tua atau terapis mau menyediakan waktu untuk nonton bersama. Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum mengajari anak berbicara melalui nonton tivi, adalah mengetahui film apa yang menjadi kesukaan anak, seperti film Teletubbies, Donal Bebek, dan sebagainya. Kedua, mengetahui sejauh mana kemapuan anak dalam mengenal konsep, seperti warna, bentuk, jumlah, benda, dan sebagainya. Hal ini akan membantu saat meminta anak menceritakan apa yang ditonton pada orang tua atau terapis. Misalkan,”siapa sih yang naik skuter?”; “baju Lala warnanya apa sih?” dan sebagainya. Sebaiknya, jangan minta anak menceritakan sesuatu di dalam film yang tidak diketahuinya, seperti menyebutkan warna baju yang dipakai Lala sementara anak belum tahu tentang warna. Tetapi, sebaiknya diberitahu dulu apa yang sedang ditonton pada anak saat itu, lalu ditanyakan kembali pada kesempatan yang berbeda.

Permainan Berpura-pura

Permainan berpura-pura atau Pretend Play merupakan salah satu cara lain untuk mengembangkan kemampuan verbal anak, melalui skenario pendek yang dibuat dari permainan yang dipilih, contohnya “Pura-pura jadi dokter”. Orang tua atau terapis dapat membuat skenario pendek antara seorang dokter dengan pasiennya. Dimana orang tua atau terapis menjadi dokter dan anak menjadi pasien. Contoh sederhana dari skenario permainan “pura-pura jadi dokter”.

Suasana: Dokter sedang duduk diruang kerjanya dengan alat dokternya yang ditaruh di atas meja. Disamping meja tergelatak sebuah tikar untuk digunakan pasien berbaring. Tiba-tiba terdegar ketukan di pintu.

Pasien: “Selamat pagi, dokter!”
Dokter: “Selamat pagi. Silakan duduk.”
Pasien : (Duduk di hadapan dokter) “Dokter, perut saya saki nih…”

Dokter : “Coba saya periksa dulu perut kamu” (dokter membimbing pasien tidur di atas tikar yang disiapkan. Kemudian memeriksa suhu tubuh dan perut pasien yang sakit. Setelah diperiksa, dokter mengajak pasiennya duduk kembali.)

Dokter : “Wah, Ibu terkena diare nih. Saya akan memberikan obat untuk diminum.”
Pasien : “Terima kasih, dokter.”

Untuk membantu anak dalam bermain, dibutuhkan satu orang terapis untuk menjadi model bicara pada awalnya. Atau, sebelum permainan dilakukan, ajari anak menghapal dialog yang diminta. Bila anak sudah mengikuti permainan dengan baik, maka skenario dapat dikembangkan lebih panjang lagi. Disamping itu, anak juga dapat bertukar peran dalam kesempatan yang berbeda, dimana anak yang menjadi dokter dan terapis atau orang tua yang menjadi pasien.

Skenario lain untuk permainan berpura-pura adalah, pura-pura berkunjung ke rumah Oma, belanja di supermaket, merayakan ulang tahun bersama, dan sebagainya. Supaya suasana lebih menyenangkan dapat libatkan teman, saudara atau anggota keluarga lainnya.

Sumber: http://puterakembara.org/archives3/00000015.shtml